Tantangan Pendidikan Dokter di Era Pandemi

oleh

[ad_1]

WILLIAM Osler menyebutkan medicine is learned by the bedside and not in the classroom. Artinya, pendidikan kedokteran dapat dipelajari secara baik dengan metode bertemu penderita di samping tempat tidur, bukan di ruang kelas. William Osler dikenal sebagai Bapak Kedokteran Modern dan disebut sebagai salah seorang pendiri John Hopkins Hospital. Sejarah menulis, William Osler-lah yang pertama mengenalkan pembelajaran kedokteran dengan mengajak mahasiswa ke bangsal, bertemu penderita dan mendiskusikan kasus. Ini yang disebut bedsite teaching. Dan selama ratusan tahun, dilaksanakan di dunia pendidikan kedokteran seluruh dunia.

Tapi, pandemi Covid-19 mengharuskan adopsi pendidikan kedokteran yang berbeda. Sebelumnya, pendidikan praklinik kuliah diberikan dengan tatap muka dan diskusi di ruang kelas atau laboratorium. Di tingkat klinik, para dokter muda akan bertatap muka langsung dengan penderita. Ini dilakukan setelah menyandang gelar sarjana kedokteran. Ditempuh dua tahun agar bisa meraih gelar dokter.

Mereka belajar melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta mendiagnosis sekaligus memberi terapi yang tepat. Semua dilakukan dengan pengawasan dosen pembimbing klinik. Tiap pagi, dosen pembimbing dan dokter muda ronda keliling ruangan, mendatangi tempat tidur penderita satu per satu. Dan berdiskusi. Inilah yang disebut bedsite teaching.

Kelak kemampuan ini akan diuji saat UKMPPD (ujian kompetensi mahasiswa program profesi dokter) yang serentak dilakukan secara nasional. Ada ujian tulis dan ujian dengan melibatkan pasien. Mahasiswa, ”penderita”, dan dosen penguji ditempatkan dalam satu kamar dan dilengkapi dengan alat pemeriksaan untuk menilai keterampilan seorang calon dokter. Setelah lulus UKMPPD, para calon dokter akan dilantik menjadi dokter oleh dekan sebagai pimpinan fakultas.

Pendidikan Berubah

Setahun ini, kegiatan pendidikan kedokteran berubah drastis. Untuk mencegah persebaran Covid-19, World Health Organization (WHO) merekomendasikan menghentikan kegiatan yang menimbulkan kerumunan. Muncul kebijakan social distancing, termasuk di Indonesia. Di bidang pendidikan, dikeluarkan Surat Edaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Pendidikan Tinggi No 1 Tahun 2020. Dalam surat edaran ini, Kemendikbud menginstruksikan untuk menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh dan belajar dari rumah masing-masing (study from home/SFH). Atau disebut kuliah daring.

Pada 15 Juni 2020, Mendikbud Nadiem mengadakan konferensi video panduan penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran dan tahun akademik baru di masa pandemi Covid-19. Meskipun tahun akademik perguruan tinggi 2020–2021 tetap dimulai pada Agustus 2020, pembelajarannya masih harus dilakukan secara daring untuk semua zona.

Pendidikan kedokteran pun membuat adopsi sistem pembelajaran. Kepatuhan pada jarak sosial menghilangkan kuliah di kelas. Ruang belajar, perpustakaan, dan laboratorium anatomi telah ditutup.

Pendidikan klinik pada dokter muda juga mengalami perubahan. Potensi penularan Covid-19 di RS pendidikan membuat lebih berhati-hati. Apalagi, kasus positif Covid-19 yang dialami tenaga kesehatan maupun residen (calon spesialis) di RS pendidikan mulai bermunculan. Bahkan, pada 26 September 2020, Jawa Pos menulis 978 residen positif Covid-19. Data ini didapat dari tim bantuan residen yang dikoordinasi dr Jagaddhito Probokusumo.

Minimnya ketersediaan alat pelindung diri (APD) juga menjadi catatan. Karena itu, institusi pendidikan meniadakan sistem bedsite teaching bagi para dokter muda. Ini pun dilakukan American Association of Medical Colleges yang menyarankan para dokter muda dihapus dari kegiatan perawatan pasien langsung.

Saat tahun akademik 2020–2021 dimulai, dokter muda paling senior belum menyelesaikan persyaratan rotasi klinik tahun terakhir. Institusi pendidikan kedokteran berinovasi mengembangkan keterampilan interpersonal dengan mendorong mahasiswa melakukan pemeriksaan pasien virtual, yakni keluarga dan teman. Ini dilakukan untuk menggantikan pembelajaran maupun ujian. Mereka juga diberi kesempatan mengikuti sesi pengajaran klinis (misalnya, laporan pagi) melalui platform konferensi video. Beberapa terus berpartisipasi dalam proyek penelitian yang dibimbing.

Sesuai anjuran Mendikbud, upaya mengakhirkan pembelajaran offline diletakkan pada akhir tahun ajaran. Dokter muda diberi kesempatan bertatap muka dengan pasien di RS pendidikan dalam situasi terbatas dan bergantian. Ini pun hanya empat jam dalam sehari. Dalam satu kali rotasi di tiap mata kuliah klinik, yang seharusnya berlangsung 4–10 minggu, hanya dua atau tiga kali hadir di RS pendidikan.

Perlu Inovasi

Namun, implementasi konten pendidikan kedokteran virtual ini memiliki tantangan yang membutuhkan jawaban. Pencapaian standar kompetensi pendidikan kedokteran tetap harus diupayakan.

Standar kompetensi lulusan pada pendidikan akademik dan profesi merupakan kriteria minimal tentang kualifikasi kemampuan lulusan. Ini meliputi pengetahuan dan keterampilan yang dinyatakan dalam rumusan capaian pembelajaran pendidikan akademik dan profesi. Pembatasan aktivitas fisik hanya memungkinkan pembelajaran jarak jauh terkait aspek kognitif secara online. Aspek psikomotor dan afektif sulit dilaksanakan sehingga kegiatan praktikum, tugas lapangan, kegiatan di rumah sakit, dan penelitian sulit berjalan. Kegiatan ini tidak dapat tergantikan dengan model pembelajaran jarak jauh secara online.

Pemeriksaan klinis terstruktur virtual objektif dapat digunakan untuk mengevaluasi kompetensi yang tersisa yang diperlukan untuk kelulusan. Tapi, ini belum layak menggantikan teknik bedsite teaching. Akhirnya, pendidik dan siswa sedang menavigasi sistem pendidikan baru dan mengadaptasi metode pengajaran dan pembelajaran yang ada dengan lingkungan pendidikan yang berkembang.

Baca Juga: KKB Desak Operasi Militer Dihentikan, Ancam Perang Jika Tak Dihiraukan

Di era Covid-19 yang tidak pasti ini, pendidikan kedokteran mungkin tidak pernah sama. Diperlukan inovasi yang menjawab tantangan kualitas dokter baru. Ketersediaan perangkat virtual yang optimal bagi pembelajaran klinik harus segera dipikirkan. Juga ketersediaan manekin (misalnya untuk pembelajaran anatomi tubuh, persalinan, dan penjahitan) yang sederhana, mudah didapat, dan murah. Ini akan memungkinkan mahasiswa bersama-sama melakukan pembelajaran virtual yang optimal di mana pun dia berada. Harapannya, dapat memenuhi kualitas pendidikan dokter meskipun mungkin tidak sama sempurna dengan bedsite teaching seperti yang disampaikan William Osler. (*)


*) Eighty Mardiyan, Staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.