[ad_1]
JawaPos.com – Pemerintah didesak harus segera menarik rem darurat dengan memberlakukan kebijakan seperti awal pandemi saat April 2020. Itu menyusul lonjakan kasus Covid-19 yang semakin tak terkendali pasca libur Lebaran. Varian Delta mutasi India membuat angka kasus bergerak cepat pertambahannya, sehari menembus rekor hampir 13 ribu kasus.
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Tri Yunis Miko Wahyono justru meminta langkah yang lebih ekstrem. Satu-satunya cara bahkan bukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), justru menurutnya lockdown atau penguncian cara paling efektif.
“Sehingga kalau lockdown, anak-anak muda tak ada lagi kesempatan berkerumun berkumpul. Semuanya lockdown, harus dikunci. Karena ini varian baru yang kita hadapi, bukan PSBB, tapi harus lockdown,” tegasnya kepada JawaPos.com, Jumat (18/6).
Namun, tantangannya tentu tak mudah. Di satu sisi, pengusaha ritel dan makanan pasti akan teriak jika pemerintah melakukan PSBB atau lockdown. Tri Yunis mengakui hal itu menjadi dilematis. Permasalahan ekonomi membuat setiap negara menghadapi situasi serbasalah.
“Iya pasti, ekonomi kita pasti akan terdampak kalau lockdown,” tegasnya.
Namun, dia menantang pengusaha untuk berani mengorbankan nyawanya dan melihat lebih jeli dengan pertambahan kasus yang luar biasa setiap hari. Tri Yunis meminta pemerintah dan pengusaha tinggal memilih antara ekonomi atau kesehatan.
“Sekarang korbannya mau jiwa atau rupiah? Begitu saja,” tukasnya. “Tawarannya jiwa atau Rupiah,” ia menegaskan lagi.
Tri Yunis mengaku kesal dan miris dengan situasi saat ini. Ditambah lagi dengan perilaku masyarakat yang semakin abai dengan protokol kesehatan.
“Saya mau pebisnis ini ada yang mengorbankan jiwa begitu. Saya sampai marah begitu lho. Ada enggak pebisnis yang mau mengorbankan jiwa. Itu saya angkat jempol,” ujarnya.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!