[ad_1]
Trenggalek, IDN Times – Pandemik COVID-19 menjadi tantangan tersendiri bagi Sundari Banuwati, seorang transpuan asal Kecamatan Durenan, Kabupaten Trenggalek. Usaha bengkel tambal ban yang sudah digeluti sejak tahun 1982 lalu, sepi terimbas pandemik. Transpuan berusia 63 tahun ini pun mengandalkan bantuan pemerintah, untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Beruntung pihak desa memasukkannya dalam daftar penerima bantuan.
1. Pernah bekerja sebagai guru PNS
Transpuan yang mempunyai nama asli Bambang Sutrisno ini dulunya merupakan seorang guru PNS di wilayah Kabupaten Situbondo. Mempunyai riwayat pendidikan terakhir di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) membuatnya bisa mengajar dan diterima sebagai PNS pada tahun 1977.
Namun, adanya surat kaleng yang memfitnah dirinya merupakan keturunan anggota PKI membuatnya diberhentikan dari PNS. “Setelah itu saya pulang ke Durenan dan langsung menekuni bengkel tambal ban hingga saat ini,” ujarnya, Sabtu (27/2/2021).
2. Dapat bantuan uang dan sembako
Pendapatan dari bengkel tambal ban yang selama ini menjadi mata pencaharian tunggal, menurun drastis selama masa pandemik. Jika biasanya dalam satu hari Sundari bisa mendapatkan penghasilan hingga Rp50 ribu, saat ini tidak ada pemasukan sama sekali.
Beruntung namanya didaftarkan sebagai penerima bantuan pandemik oleh pihak desa. “Selain bantuan berupa uang tunai, saya juga mendapat bantuan sembako dari KPA Tulungagung,” imbuhnya.
3. Berstatus ODHA, dapat perlakuan diskriminatif saat di Trenggalek
Meskipun tercatat sebagai warga Kabupaten Trenggalek, namun Sundari lebih banyak terkenal dan aktif di wilayah Tulungagung. Statusnya sebagai Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA), membuatnya banyak bersinggungan dengan aktivis HIV/AIDS di Tulungagung.
Beberapa pelayanan bagi ODHA juga didapatkan di kota tersebut. Bahkan, bantuan modal usaha juga didapatkannya. “Kalau di Trenggalek pelayanan belum lengkap, dan bagi ODHA sering menerima diskriminasi,” ungkapnya.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs idntimes.com, klik link disini!