Terpesona, Musik, dan Militer

oleh

[ad_1]

Terpesona, aku terpesona

Memandang (mandang) wajahmu yang manis

Terpesona, aku terpesona

Menatap (menatap) wajahmu yang manis

LAGU berjudul Terpesona digunakan sebagai yel-yel TNI dan Polri. Terpesona diciptakan Semuel Takatelide sekitar 25 tahun silam, dipopulerkan New Nazareth, dan diunggah di kanal YouTube Rolly Kampey 2012 lalu. Lagu itu menjadi menarik karena dinyanyikan secara bersama-sama dan serempak. Terlebih, yang menyuarakannya adalah TNI dan Polri, sosok yang selama ini dipandang identik dengan mimik muka serius, sikap tegas, disiplin, keras, bahkan tak mudah senyum. Kita sering membaca prajurit dalam konteks ketubuhan, namun kita luput membacanya dalam konteks kebudayaan, kaitannya dengan seni, terutama musik.

Hubungan tentara (begitu juga polisi) dengan musik sejatinya telah berlangsung lama. Perayaan ulang tahun TNI maupun Polri sering kali dimeriahkan dengan pawai, diikuti dentuman bunyi sirene, marching band, dan musik vokal dari para prajurit yang didendangkan bertalu-talu. Kehadiran musik tidak semata-mata dinikmati sebagai olah estetika, namun juga melatih kedisiplinan serta semangat patriotis. Suka Hardjana dalam esainya berjudul Musik Tentara atau Tentara Musik (2004) mengisahkan bahwa kehadiran musik dalam dunia kemiliteran telah berusia lampau. Kurang lebih 2.400 tahun yang lalu, Plato meletakkan dasar-dasar pertama hubungan antara musik dan tentara. Untuk menjadi prajurit yang baik, disiplin, dan bertanggung jawab, hal utama yang harus dipelajari adalah bermain dan mengerti musik. Semua prajurit pada era Plato kala itu diwajibkan belajar musik.

Musik

Sambil menyanyikan yel-yel Terpesona, mereka bergerak dan berjoget serempak. Lagu yang dinyanyikan membangkitkan semangat dan menyatukan derap langkah kaki. Amor Seta Gilang (2014) secara khusus mengamati fungsi lagu sebagai kegiatan pembinaan fisik tentara, menjelaskan bahwa setidaknya terdapat tiga poin sumbangan musik. Pertama, sebagai respons fisik. Setiap orang memiliki respons dalam menangkap bunyi. Seseorang bisa bergoyang, menangis, dan tertawa saat mendengarkan musik. Bunyi menjadi jembatan di mana tubuh bukan lagi entitas kebendaan, namun memiliki ruang hidup berupa denyut irama, tempo, dan gerak. Dengan demikian, bagi prajurit, musik membangkitkan hasrat untuk direspons menjadi sebuah gerakan yang terpola sebagaimana lagu Terpesona.

Kedua, sebagai penyemangat. Terkait hal ini, kita bisa melihat fungsi musik yang membangkitkan rasa patriotik. Musik-musik yang dihadirkan bukanlah musik berirama lambat, namun penuh dinamika mengentak dan teks lirik yang mampu dinyanyikan secara serempak. Ketiga, sebagai penanaman kode etik kemiliteran. Karena itu, musik dimanfaatkan sebagai upaya pembentukan pribadi yang tangguh. Dalam konteks ini, musik hadir sebagai ruang yang ”menjinakkan” perilaku anarkistis dan kesewenang-wenangan. Bermusik –bernyanyi– mengharuskan pelantunnya menghargai sesama. Ia tak boleh terlalu cepat dari yang lain atau juga terlalu lambat. Ada kesetaraan yang terkandung. Tempo, irama, dan dinamika haruslah sama atau seimbang tanpa menonjolkan satu individu tertentu. Musik mengajarkan arti penting kohesi sosial dan mendekonstruksi sikap individual.

Wajar kemudian jika dunia kemiliteran menempatkan musik sebagai satu aspek yang penting. Santoso dalam Legiun Mangkunegaran (1808–1942) mengisahkan bahwa terdapat pasukan Mangkunegaran Surakarta yang dibentuk pada 1808 dengan menempatkan 25 orang sebagai pemain (korps) musik. Musik itu menandai dan mengatur jalannya prajurit, baik dalam berbaris maupun berlatih bela diri. Bahkan, hingga kini, jika kita lihat ritual-ritual di tembok Keraton Mataram Jawa senantiasa menggunakan musik sebagai bagian integral dalam arak-arakan –prosesi– prajurit keraton. Musik itu dapat berupa gamelan, tambur, dan trompet. Lambat laun, kehadiran musik semakin tumbuh dan kompleks. Prajurit masa kini dapat langsung memainkan musik dalam kelompok marching band. Hal itu menandakan bahwa musik telah berkembang dalam dunia kemiliteran. Pada konteks ini, musik bukan lagi pengiring, yang kehadirannya dapat dikesampingkan atau ditiadakan. Tidak adanya musik dalam dunia kemiliteran mungkin seperti sayur tanpa garam. Coba bayangkan bagaimana saat mereka beratraksi, pamer kekuatan tanpa bunyi musik. Sama seperti letusan meriam tanpa suara. Pasti akan terasa hambar dan membosankan, bukan?

Polemik

Polemik musik juga pernah menjadi bagian dari kehidupan militer kala Soekarno menginstruksikan untuk menolak musik berbau ”ngak-ngik-ngok” atau musik Barat. Tentara kemudian menjadi corong yang menyuarakan antimusik Barat dengan menangkap, melakukan kontrol, atau menciduk musisi pribumi yang membandel. Kita juga melihat bagaimana musik mampu merepresentasikan wajah kelam dunia kemiliteran kala peristiwa Gerakan 30 September PKI meletus. Dalam film propaganda garapan Arifin C. Noer yang berjudul Penumpasan Pengkhianatan G 30 S/PKI, kita melihat ketika para jenderal yang diculik itu disiksa dan dibunuh, terdapat ilustrasi musik Genjer-Genjer dari Banyuwangi.

Genjer-Genjer menjadi catatan kelam hubungan antara musik dan militer. Bahkan, setelah itu, pada tahun ’70-an Soeharto datang ke Muncar, Banyuwangi, kemudian memerintah bupati setempat untuk melakukan ”pemurnian” terhadap musik-musik yang diindikasikan pernah bersentuhan dengan komunis. Musik di Banyuwangi bernuansa baru ala Orde Baru, jauh dari lirik melankolis ala Genjer-Genjer. Tentara atau militer berperan mengontrol dan membina. Negara dan militer hadir dalam selubung nada dan bunyi musik.

Baca juga: Rahayu Supanggah dan Karya Musik Monumentalnya

Lewat musik, kita bisa melihat dan merasakan gejolak-gerak patriotik dan nasionalisme. Melihat dunia militer berarti juga mendengar dunia musik mereka. Jika musik untuk militer mampu menyatukan perbedaan, mengikis individualisme, membangun rasa saling menghargai dan kerja sama, barangkali seperti kata Plato, para politikus di negeri ini juga perlu belajar musik-musik yang demikian agar tidak lagi gaduh. Aduh!! (*)

*) ARIS SETIAWAN, Etnomusikolog, pengajar di ISI Surakarta

Saksikan video menarik berikut ini:

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.