Uji Klinis Fase Kedua Vaksin Nusantara, 71,4 Persen Relawan Alami Efek

oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Pengembangan vaksin Nusantara terus berjalan. Kemarin (14/4) sejumlah anggota DPR datang ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.

Mereka memberikan sampel darah untuk keperluan uji klinis vaksin Nusantara.

Vaksin Nusantara merupakan vaksin yang dikembangkan Balitbangkes Kementerian Kesehatan, RSPAD Gatot Soebroto, RSUP dr Kariadi, dan Universitas Diponegoro. Vaksin Nusantara menggunakan sel dendritik. Caranya, mengambil bagian tubuh calon penerima vaksin, dalam hal ini darah, lalu diolah.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menuturkan, kedatangannya merupakan bentuk dukungan terhadap pembuatan vaksin tersebut. Meski belum mendapat lampu hijau dari BPOM, rangkaian uji klinis vaksin itu tetap berlanjut. Sampel darah Dasco sudah diambil. ”Untuk diolah selama tujuh hari, untuk dijadikan vaksin Nusantara yang kemudian dimasukkan ke tubuh saya dalam tujuh hari ke depan,” ujarnya.

Selain dirinya, Dasco menyebut ada beberapa orang yang datang ke RSPAD untuk diambil sampel darahnya. Dari DPR ada 40 orang.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena juga datang ke RSPAD Gatot Soebroto. Sampel darahnya diambil tim dokter di RSPAD yang dikomandoi mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris mengatakan, aksi sebagian anggota yang menjadi relawan vaksin Nusantara bukan sikap lembaga. Melainkan sikap pribadi masing-masing.

Peneliti utama uji klinis tahap kedua vaksin Nusantara Kolonel Jonny menjelaskan, pengambilan sampel darah merupakan bagian dari proses vaksinasi vaksin Nusantara. Proses itu memang berbeda dengan vaksinasi menggunakan vaksin lain yang langsung disuntik ke dalam tubuh.

Jonny menyebutkan, total ada 180 orang yang ikut andil dalam uji klinis tahap kedua vaksin Nusantara. Melalui uji klinis tahap kedua, pihaknya mencari dosis yang paling optimal untuk memberikan perlindungan kepada penerima vaksin dari serangan Covid-19. ”Belum (melihat sampai) efektivitas. Efektivitas nanti di fase ketiga,” jelas Jonny.

Di bagian lain, pada 12–13 Maret, BPOM melakukan inspeksi ke pusat uji klinis RSUP dr Kariadi dan laboratorium pemeriksaan imunogenisitas Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan untuk memastikan pelaksanaan seluruh aspek good laboratory practice (GLP), good manufacturing practice (GMP), dan good clinical practice (GCP). Ketua BPOM Penny K. Lukito menyampaikan sejumlah hal yang menjadi catatan.

Pada aspek pemenuhan GMP, temuan BPOM adalah produk vaksin dendritik tidak dibuat dalam kondisi yang steril. ”Dikatakan pembuatan vaksin secara close system. Tetapi, pada kenyataannya, setelah diminta menjelaskan proses pembuatannya, semua dilakukan secara manual dan open system,” ujarnya.

Lalu, antigen SARS-CoV-2 yang digunakan sebagai bahan utama pembuatan vaksin dendritik ini bukan merupakan pharmaceutical grade. Antigen tersebut penggunaannya hanya untuk riset di laboratorium, bukan untuk diberikan kepada manusia.

Temuan lainnya, hasil produk pengolahan sel dendritik yang menjadi vaksin tidak dilakukan pengujian sterilitas dengan benar sebelum diberikan kepada manusia. Yang dikhawatirkan adalah adanya potensi risiko infeksi bakteri. Penny juga menyatakan bahwa hasil inspeksi sebelumnya pada Desember tidak pernah ditindaklanjuti untuk dilakukan perbaikan.

Baca juga: BPOM: Bahan Baku dan Peneliti Vaksin Nusantara Semuanya Impor dari AS

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menilai Vaksin Nusantara tak memenuhi kaidah ilmiah. Berdasarkan hasil uji klinis fase I menunjukkan efek samping terhadap kesehatan relawan.

Menurut laporan BPOM, data studi klinis fase 1, sebanyak 20 dari 28 subjek (71,4 persen) mengalami kejadian yang tidak diinginkan (KTD) grade 1 dan 2.

Seluruh subjek mengalami kejadian yang tidak diinginkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvan (bahan penguat potensi obat) 500 mcg dan lebih banyak dibandingkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvan 250 mcg dan tanpa adjuvan.

”Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) yang terjadi adalah nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, ruam atau ptechiae, lemas, mual, demam, batuk, pilek, dan gatal,” kata Kepala BPOM Penny K. Lukito dalam pernyataan resmi kepada JawaPos.com.

Saksikan video menarik berikut ini:

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *