[ad_1]
JawaPos.com – Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyampaikan masih mengumpulkan data-data terkait laporan dugaan maladministrasi dalam proses dan pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), syarat alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Pihak-pihak yang telah diperiksa antara lain pimpinan KPK, perwakilan dari Kementerian PANRB, BKN, Kemenkumham, dan BNPT.
“Memang setiap lembaga rata-rata dipanggil dua kali, agar yang diuji tidak hanya satu tahapan regulasi, masing-masimg lembaga terlibat penyusunan regulasi, kemudian pelaksanaan peralihan dan penyerahan hasil,” kata Komisioner Ombudsman Robert Endi Jaweng kepada JawaPos.com, Jumat (18/6).
Robert menjelaskan pihaknya belum bisa memberikan kesimpulan terkait dugaan maladministrasi dalam proses pelaksanaan TWK. Lantaran masih mengumpulkan bukti-bukti alih status pegawai KPK menjadi ASN.
Robert menjelaskan, pihaknya mendalami terkait kebijakan dasar alih status pegawai KPK menjadi ASN berdasarkan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengalihan Pegawai KPK Menjadi ASN. “Kemudian ranah kebijakan yakni Kementerian PANRB. Itu untuk ranah kebijakan,” ungkap Robert.
Terkait ranah pelaksanaan TWK, sambung Robert, pihaknya memeriksa KPK, BKN, dan BNPT yang merupakan asesor dalam pelaksanaan TWK. “Setelah ranah pelaksanaan terkait peralihan status tentu kemudian peralihan,” papar Robert.
Robert menuturkan, pihaknya juga telah beberapa kali memerikaa pihak pelapor dalam hal ini 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat TWK. Dalam laporannya, 75 pegawai menduga terdapat maladministrasi dalam proses pelaksanaan TWK.
“Nanti minggu depan kita sudah mulai proses pemeriksaan laporannya,” ujar Robert.
Dia memastikan, setiap keterangan yang disampaikan dari pihak terlapor dalam hal ini KPK, serta pihak terkait yakni Kemenpan RB, Kemenkumham, BKN dan BNPT akan menguji data-data yang didapat oleh Ombudsman.
“Dalam proses laporan ini kita akan mendengarkan keterangan saksi ahli termasuk narasumber juga kita butuh ya keterangan para ahli yang tidak terkait,” tegas Robert.
Sebelumnya, Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Sujanarko menyampaikan, ada sejumlah pelanggaran maladministrasi yang dilakukan Pimpinan KPK dalam proses TWK. Terlebih buntut TWK peralihan status ASN itu, 75 pegawai KPK dinonaktifkan oleh pimpinan KPK.
“Dari kajian kita ada banyak maladministrasi yang dilakukan oleh KPK, baik dari sisi wawancaranya, hampir ada enam indikasi yang kita sampaikan. Pimpinan KPK telah melakukan maladministrasi, termasuk penonaktifan karena itu tidak ada dasarnya,” ujar Koko.
Sujanarko menyampaikan, laporan itu ditujukan kepada lima pimpinan KPK yakni Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Nurul Ghufron dan Lili Pintauli Siregar. Dia mengharapkan laporan itu bisa ditindaklanjuti oleh Ombudsman.
Dia tak memungkiri, pengusutan perkara korupsi menjadi tersendat akibat nonaktif 75 pegawai KPK. Terlebih banyak dari mereka merupakan kepala satuan tugas (kasatgas) yang menangani sejumlah perkara korupsi besar yang sedang ditangani KPK.
“Jadi kira-kira semakin cepat penyelesaian ini akan semakin baik, yang kedua ini publik juga dirugikan. Karena apa, dengan dinonaktifkannya 75 pegawai, kasus-kasus yang ditangani semuanya mandeg,” beber Koko menandaskan.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!