[ad_1]
JawaPos.com – Munculnya varian baru Covid-19 membuat Vietnam kembali menutup perbatasannya. Mereka berhenti menerima kedatangan pesawat internasional yang masuk melalui Bandara Noi Bai, Hanoi. Kebijakan itu berlaku mulai 1–7 Juni.
’’Penerbangan ke luar berlangsung normal seperti biasa,’’ bunyi pernyataan dari Lembaga Penerbangan Sipil Vietnam kemarin (31/5) seperti dikutip Agence France-Presse. Itu berarti, warga asing di Vietnam masih bisa pulang ke negaranya masing-masing.
Bandara Internasional Tan Son Nhat di Ho Chi Minh City sudah lebih dulu berhenti menerima kedatangan internasional. Yaitu, sejak 27 Mei–14 Juni. Awalnya hanya sampai 4 Juni, tapi kemudian diperpanjang. Langkah tersebut diambil Vietnam untuk menekan angka penularan Covid-19 yang kembali melonjak.
Baca juga: Covid-19 Varian Vietnam Lebih Cepat Menular Lewat Udara
Sejatinya, kedatangan pesawat internasional ke Vietnam dibatasi sejak Maret tahun lalu. Hanya warga Vietnam dari luar negeri, pejabat asing, diplomat, para pakar, investor, dan pekerja terlatih yang boleh masuk. Itu pun mereka harus lebih dulu menjalani karantina 21 hari di hotel atau kamp yang sudah disediakan.
Di Hanoi ada 21 fasilitas karantina dan direncanakan tambahan 51 lokasi lagi. Dengan tambahan itu, daya tampungnya mencapai 30 ribu orang.
Vietnam tengah mencari formula yang tepat untuk menekan kasus Covid-19. Itu karena muncul varian baru yang menyebar. Yaitu, gabungan dari jenis SARS-CoV-2 asal India dan Inggris. Pemerintah Vietnam melakukan tes Covid-19 massal di Ho Chi Minh City. Rencananya, per hari ada 100 ribu orang yang dites. Fokus utamanya pada kelompok berisiko tinggi.
Pemerintah setempat juga mengumumkan aturan pembatasan baru selama 15 hari ke depan. Mulai kemarin, toko-toko dan restoran ditutup. Kegiatan keagamaan juga dihentikan sementara. ’’Semua acara yang dihadiri lebih dari 10 orang di tempat umum dilarang di seluruh penjuru kota,’’ tegas bunyi pernyatan pemerintah Ho Chi Minh City.
Ledakan kasus terbaru di Ho Chi Minh City berkaitan dengan aktivitas keagaman. Ia berada di dekat lokasi misi Kristiani. Ada 125 kasus positif di lokasi tersebut. Semua yang tinggal di area itu dan di dekatnya sudah dites. Tempat tersebut juga dikuntara lokal.
Sementara itu, para ahli di Singapura memperingatkan bahwa varian B1617 bisa semakin dominan di dunia. Varian itu juga telah muncul di dua klaster di Singapura, yaitu Bandara Changi dan Rumah Sakit Tan Tock Seng. Jika situasi tersebut berlanjut, hal itu akan memperparah pandemi, terutama di negara-negara dengan angka vaksinasi rendah.
Dekan Saw Swee Hock School of Public Health, National University of Singapore (NUS), Profesor Teo Yik Ying menyatakan, hal yang menakutkan dari mutasi asal India itu adalah kecepatan persebarannya. Ia bisa menyebar luas dalam komunitas.
Kecepatannya melebihi kemampuan tim pelacak Covid-19 untuk mendeteksi dan mengisolasi kontak guna memutus rantai transmisi. ’’Ini berpotensi menimbulkan badai pandemi yang lebih besar daripada yang pernah disaksikan dunia sebelumnya,’’ tegasnya seperti dikutip The Straits Times.
Para ahli menyatakan, B1617 telah bermutasi dan mampu menyebar lebih mudah dari satu orang ke orang lainnya. Ia juga dapat mengurangi perlindungan yang diberikan vaksin serta infeksi alami meskipun hanya sedikit.
Varian tersebut kini ditemukan di lebih dari 50 negara dan wilayah. ’’B1617 tersebut 1,5–2 kali lebih mudah menular daripada jenis yang kali pertama muncul di Wuhan 18 bulan lalu,’’ tegas Kepala Peneliti WHO Soumya Swaminathan.
Tingkat keparahan penyakit akibat B1617 masih kurang jelas karena belum ada penelitian menyeluruh. Tapi, salah satu bukti nyata ganasnya varian tersebut adalah jumlah pemuda India yang terinfeksi dan sakit parah kian meroket. Saat ini di India ada 27 juta kasus dan lebih dari 325 ribu di antaranya meninggal dunia.
Imbas dari wabah di India adalah munculnya anak-anak yang menjadi yatim piatu. Menteri Kesejahteraan Perempuan dan Anak Smirti Irani mengungkapkan, setidaknya 577 anak-anak telah kehilangan kedua orang tuanya akibat penularan Covid-19 pada 1 April–25 Mei.
Para pakar juga memperingatkan bahwa Inggris berada di awal gelombang ketiga penularan. Profesor Ravi Gupta dari University of Cambridge menegaskan, meski kasus penularan saat ini rendah, varian dari India telah memicu lonjakan penularan. ’’Pencabutan lockdown di Inggris pada 21 Juni nanti harus ditunda,’’ terangnya.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!