[ad_1]
JawaPos.com – Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo menilai bahwa utang anak usaha Lapindo Brantas Inc, PT Minarak Lapindo kepada pemerintah sebesar Rp 1,9 triliun terkait bencana lumpur Lapindo harus segera ditagih. Kewajiban itu seharusnya sudah diselesaikan pada 2019 lalu.
“Karena itu uang negara, dan sifatnya dana talangan, sesuai dengan perjanjian, ya harus dilunasi, harus dibayarkan, pemerintah harus menagih,” ujar Andreas, Jumat (15/5).
Bencana Lumpur Lapindo terjadi pada 29 Mei 2006 lalu. Buntut dari bencana tersebut, perusahaan konglomerasi Bakrie itu memperoleh pinjaman Rp 781,68 miliar, namun utang yang ditarik dari pemerintah (dana talangan) sebesar Rp 773,8 miliar.
Andreas mengingatkan bahwa utang seharusnya sudah dilunasi pada 2019 lalu dengan cara dicicil. ketentuan itu itu menurutnya disepakati melalui pembicaraan dengan pihak pengutang, dengan menyesuaikan arus kas mereka. Namun nyatanya, hingga kini utang tersebut belum juga dilunasi.
Jika Lapindo tidak bisa melakukan pembayaran secara tunai, pihaknya mendesak agar aset-aset yang dimiliki oleh Lapindo bisa diambil oleh pemerintah sesuai dengan nilai utang yang dimiliki.
“Tapi kalau tidak bisa itu bisa dilakukan dengan aset dan harus dilakukan valuasi. Yang jelas itu uang negara, sifatnya dana talangan dan sesuai perjanjian harus dilunasi dan pemerintah harus menagih,” urainya.
Situasi Indonesia yang saat ini tengah dilanda pandemi, menurutnya tidak bisa dijadikan alasan. Karena seharusnya utang diselesaikan pada 2019 lalu, jauh sebelum pandemi di Indonesia. Untuk itu dirinya meminta kepada pemerintah bahwa utang yang dimiliki Lapindo untuk segera ditagih oleh pemerintah.
“Justru gini kita akan memonitor ke DJKN (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara), jadi sekarang aset-aset apa saja yang sudah di tangan pemerintah kalau valuasinya kurang harus ditambahkan gitu,” pungkasnya.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!