[ad_1]
JawaPos.com – Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menyoroti tentang isu masa jabatan Presiden Indonesia menjadi tiga periode.
Menurut AHY, adanya wacana tersebut haruslah diawasi dengan benar. Sehingga tidak seperti Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi UU. Karena pembahasannya sangat cepat.
“Kita punya cerita tidak enak, ketika terjadi pembahasan UU Omnibus Law, yang banyak kejanggalannya. Tiba-tiba, pembahasan dibawa keluar kota yang orang tidak tahu ke mana, di tengah-tengah malam, jam-jam tidak wajar, tiba-tiba diharuskan dalam 24 jam putusan diketuk, produk tidak ada, tiba-tiba disahkan. Lalu, kita mau bicara mengangkat suara tidak boleh, mic dimatikan,” ujar AHY dalam keterangannya, Senin (7/6).
“Tiba-tiba jger muncul dan hitungan jam. Setelah itu masa bodoh, yang penting ikut saja. Dan, saya tidak tahu apakah kemudian tiba-tiba wacana tiga periode ini, tiba-tiba juga diam-diam diselipkan, tiba-tiba langsung diketuk saja,” tambahnya.
Oleh sebab itu, Partai Demokrat bersungguh-sungguh mengawal isu wacana Presiden tiga periode ini. Sehingga dirinya tidak ingin kecolongan mengenai pembahasan hal tersebut. “Kami hanya bisa mengingatkan memantau, dan mengawasi jangan sampai tiba-tiba kecolongan, tiba-tiba kayak begitu lagi ketuk palu saja,” katanya.
Putra sulung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menambahkan, adanya wacana kepala negara tiga periode tersebut telah melukai semangat reformasi 1998 silam. Sebab perjuangan reformasi silam membatasi jabatan Presiden. “Salah satu yang paling fundamental dari reformasi adalah pembatasan masa jabatan Presiden Republik Indonesia yang katanya setelah dianalisa oleh sejarah, itu yang menyebabkan terjadinya praktik-praktik yang abuse of power, KKN,” ungkapnya.
Oleh sebab itu, AHY menegaskan jika jabatan kepala negara dibolehkan menjadi tiga periode. Maka tidak menutup kemungkinan ke depannya jabatan Presiden akan bertambah menjadi seumur hidup. Sehingga hal ini dia tidak ingingkan. “Kalau tiga periode tidak pernah puas, setelah itu empat periode, setelah itu dibuka kerannya, setelah itu ujungnya seumur hidup,” tegasnya.
Jika nantinya jabatan presiden teruslah bertambah. Maka sama saja telah melukai perjuangan para mahasiswa yang memperjuangkan jabatan kepala negara dibatasi. “Kalau seperti itu rasa-rasanya darah, keringat, air mata para reformis, para pejuang reformasi itu seperti tidak ada harganya. Karena kita kembali ke masa-masa kelam, sebelumnya terjadi reformasi dan ini menjadi preseden buruk di dunia internasional,” tuturnya.
AHY berujar, jika ingin berkuasa janganlah menghalalkan segala cara. Harus ingin pada keringat dan darah yang muncul mengenai pembatasan kepala negara ini. “Jangan gitu-gitu bangetlah kalau ingin berkuasa, ya. Maksud saya, harus ingat sejarahnya, mengapa era reformasi ini muncul,” tegasnya. (*)
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!