[ad_1]
JawaPos.com–Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM) menyatakan, pemulihan kerusakan hutan akibat terdampak erupsi Gunung Merapi membutuhkan waktu yang cukup lama. Butuh waktu hingga puluhan tahun untuk bisa kembali menjadi hutan sekunder hingga hutan sekunder tua.
”Pemulihan kerusakan hutan yang terdampak erupsi Gunung Merapi dilakukan secara bertahap sesuai tingkat kerusakan. Ini membutuhkan waktu cukup lama hingga puluhan tahun,” kata Kepala BTNGM Pujiati seperti dilansir dari Antara di Sleman, Rabu (3/3).
Dia mencontohkan, seperti pada kejadian erupsi besar Gunung Merapi pada 2010 yang berdampak sangat besar pada kerusakan hutan di lereng Merapi. Sebab, wilayah yang terdampak cukup luas dan material vulkanis yang menerjang hutan juga sangat banyak.
”Pada erupsi Merapi 2010, wilayah yang terdampak cukup luas dan dampak paling berat di kawasan hutan wilayah Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman,” terang Pujiati.
Menurut dia, hutan yang terdampak material panas erupsi Gunung Merapi membutuhkan waktu lama untuk kembali pulih. Mulai dari proses pertumbuhan semak belukar hingga kembali menjadi hutan sekunder membutuhkan waktu puluhan tahun.
”Rentang waktu satu hingga dua tahun pascaerupsi, semak belukar dan pertumbuhan jenis pionir dimulai, kemudian tiga sampai lima tahun pascaerupsi pertumbuhan jenis pionir mulai menutup area terbuka. Enam sampai 10 tahun pertumbuhan semak belukar dan vegetasi jenis pionir menjadi hutan sekunder,” tutur Pujiati.
Dia mengatakan, selanjutnya dari hutan sekunder menuju ke hutan sekunder tua membutuhkan proses yang cukup lama hingga sebuah hutan masuk dalam klasifikasi hutan primer.
”Proses pertumbuhan ini akan berlangsung hingga sekitar 25 tahun sampai menjadi hutan sekunder tua dan bertahap tergantikan oleh jenis subklimaks maupun klimaks kemudian menjadi hutan primer. Proses ini membutuhkan waktu lama bahkan hingga ratusan tahun, dengan catatan tidak terjadi gangguan lagi atau diterjang erupsi lagi,” ujar Pujiati.
Pujiati menambahkan, dalam upaya pemulihan hutan Merapi tersebut, BTNGM telah melakukan penanaman di area bekas erupsi sejak 2011 di wilayah yang terdampak berat.
”Penanaman kembali menggunakan press block di area terdampak berat pada 2011 dan penanaman di area bekas erupsi untuk pengayaan jenis hutan pegunungan,” papar Pujiati.
Menurut dia, untuk dampak erupsi Gunung Merapi pada 2021, pihaknya belum melakukan evaluasi. Sebab, saat ini aktivitas Merapi masih tinggi dan masih sering terjadi guguran lava maupun awan panas.
”Saat ini status Gunung Merapi masih pada level III atau siaga, aktivitas vulkanik masih tinggi. Nanti setelah aktivitas Merapi reda kami akan pantau kerusakan hutan yang terdampak dengan menggunakan pesawat tanpa awak (drone),” ucap Pujiati.
Saksikan video menarik berikut ini:
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!