[ad_1]
JawaPos.com – Pengamat intelijen dan keamanan Stanislaus Riyanta mengatakan, kolaborasi erat antara pemerintah dengan masyarakat diperlukan untuk mencegah terorisme. Salah satu kunci utamanya agar sinergi itu berhasil adalah dengan menjalin komunikasi secara terus menerus.
“Kolaborasi antara state actor dan non state actor ini sangat penting untuk pencegahan terorisme, karena terorisme tidak mungkin diurus hanya oleh pemerintah,” kata Stanislaus Riyanta kepada wartawan, Senin (5/4).
Menurut Stanislaus, kunci pencegahan kelompok intoleran ada di masyarakat, terutama keluarga. Deteksi dini benih radikalisme dan terorisme pertama kali di tingkat keluarga.
“Negara perlu memberikan pembekalan kepada semua keluarga dan masyarakat untuk mampu melakukan deteksi dini atas ideologi radikal terorisme,” katanya.
Stanislaus juga berpendapat bahwa radikalisme dan terorisme terus berkembang secara pesat. Sebab keberadaan tekonologi dan jaringan internet memudahkan propaganda kepada siapapun tanpa mengenal batas dan jarak.
“Selain itu, kelompok ini (teroris) menggunakan dalil-dalil dan propaganda ideologis sehingga ketika berhasil melakukan doktrinasi, ideologi tersebut akan sangat sulit diubah,” ujarnya.
Kelompok transnasional seperti ISIS dan Al-Qaeda memang tujuan utamanya politik, yakni meraih kekuasaan. Kelompok transnasional menggalang massa dengan doktrinasi ideologi. Meski bergerak sendiri, orang bisa terpapar karena merasa ada kesamaan ideologi.
Baca Juga: Bom di Katedral Makassar, JK: Kita Tidak Toleransi Segala Bentuk Teror
“Meski tidak bergerak dalam arahan organisasi, sangat banyak orang yang mudah terpapar dan bergerak sendiri karena ideologi. Mereka bisa disebut korban propaganda dan diperalat kelompok besar,” tuturnya.
Diketahui, Presiden Joko Widodo sudah meneken Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah kepada Aksi Terorisme (RAN PE) tahun 2020-2024.
Dalam Perpres tersebut, masyarakat dipersilakan melapor ke polisi jika mencurigai adanya individu atau kelompok ekstremis sebagai bentuk deteksi dini agar kelompok intoleran tidak membesar. Sebab jika ekstremisme dibiarkan, berpotensi memunculkan sikap intoleran dan radikal.
Karena itu, Stanislaus berharap Perpres Nomor 7 Tahun 2021 benar-benar diterapkan. “Untuk memastikan efektifitasnya,” pungkasnya.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!