Darmizal: Saya Enggak Tahu Kalau akan Lahir Rezim Diktator ini

oleh
oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Penggagas Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat Darmizal menangis saat menyampaikan alasan digelarnya KLB di Deli Serdang pada Jumat (5/3). Isak tangis itu keluar karena adanya sejumlah peraturan organisasi (PO) yang menguntungkan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat.

Salah satunya soal dugaan yang setiap bulannya, pimpinan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) wajib menyetorkan uang kepada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) yang dikomandoi Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)

“Saya sangat menyesal pernah menjadi aktor tim buru sergap untuk mendatangi ketua-ketua DPD, mengumpulkan ketua-ketua DPC agar mereka berbulat tekad membangun ikata agar pak SBY yang dipilih pada kongres 2015 di Surabaya,” kata Darmizal di kawasan Kuningan, Jakarta, Selasa (9/3).

“Hari ini saya kepada seluruh DPC seluruh DPD Partai Demokrat minta maaf, saya menyesal, saya enggak tahu kalau akan lahir rezim diktator ini. Sungguh saya enggak tahu akan ada PO yang memberatkan kalian menyetor setiap bulan. Malu saya, saya malu,” sambungnya.

Darmizal mengungkapkan, secara moral hal itu tidak diindahkan. Karena dinilai memberatkan pengurus Partai Demokrat pada tingkat DPC hingga DPD.

“Secara moral tidak baik, secara etika politik tidak baik. Mestinya seorang pemimpin itu harus mendukung agar mendekati rakyat atau konstituen,” ujar Darmizal.

Darmizal tak memungkiri, hal ini yang membuat banyak kader Partai Demokrat resah. Tetapi tidak bisa melaporkan itu, karena Ketua Umum, Ketua Fraksi DPR RI hingga Ketua Majelis Tinggi merupakan kolega Yudhoyono.

“Ketum dan ,Waketum serta Ketua Fraksi adalah anak dari Ketua Majelis Tinggi (Susilo Bambang Yudhoyono). Keluhan ini berdatangan secara bergelombang,” pungkas Darmizal.

Munculnya dualisme kepemimpinan ini, Ketua Umum Partai Demokrat versi Kongres V Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mendatangi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) membawa bukti legalitas kepengurusan yang dipimpinnya pada Senin (8/3) kemarin. Menurut AHY, KLB yang mengukuhkan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko adalah ilegal. Karena penyelenggaran tersebut mengabaikan AD/ART Partai Demokrat.

“KLB itu sama sekali tidak memenuhi AD/ART konstitusi Demokrat. Mereka yang datang bukanlah pemegang hak suara yang sah. mereka hanya diberikan jaket dan jas Demokrat seolah-olah mewakili suara sah,” tegas AHY.

Baca Juga: Hotma Sitompul Terima Uang Rp 3 Miliar dari Hasil Fee Pengadaan Bansos

Baca Juga: Anak Muda Demokrat Sebut Jhoni Tinggal di Planet Mars

AHY menjelaskan, KLB bisa dilaksanakan sekurang-kurangnya 2/3 DPD Partai Demokrat. Namun dalam penyelenggarakan KLB tersebut sama sekali tidak dihadiri oleh para 34 Ketua DPD.

Kemudian KLB juga bisa dilaksanakan sekurang-kurangnya 1/2 jumlah Ketua DPC seluruh Indonesia. Namun itu juga tidak terpenuhi. Adanya KLB tersebut juga harus mendapat persetujuan dari Majelis Tinggi Partai Demokrat. Tapi KLB tersebut nyatanya tidak mendapatkan izin dari Majelis Tinggi Partai Demokrat.

“Jadi semua itu menggugurkan hasil dan semua klaim, hasil dan produk yang mereka hasilkan pada saat KLB Deli Serdang tersebut,” pungkasnya.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tentang Penulis: admin

Gambar Gravatar
Website media INFOMURNI merupakan website resmi yang berbadan hukum, Berisikan berbagai informasi untuk publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.