LEMBATA (IM) – Warga desa Lamalela kecamatan Lebatukan kabupaten Lembata, NTT bagai anak tiri di negeri sendiri. Mengapa tidak? Hingga hari ini, warga desa tersebut hampir tak mendapat sentuhan pemerintah untuk memperbaiki ruas jalan dari desa Lerahinga menuju Lamalela. Padahal, setiap kali menjelang Pemilihan Umum entah Eksekutif ataupun Legislatif, para politisi selalu berjanji untuk memperhatikan ruas jalan yang juga dijuluki warga sebagai gerbang neraka, akan diperbaiki.
Lantaran jalan rusak parah, biaya untuk membayar ojek pun ikut melambung tinggi hingga Rp. 100.000 dari Lamalela ke Lewoleba, Ibu Kota Kabupaten Lembata. Hal ini dijelaskan oleh salah seorang warga Lamalela yang meminta namanya dirahasiakan, Senin (22/11).
“Kalau musim kemarau, kami bayar ojek sekitar 75 ribu tapi kalau musim hujan seperti sekarang kami bisa bayar sampai 100 ribu karena faktor jalan yang sangat buruk,” ungkapnya kepada media ini.
Faktor jalan yang tidak mendukung tersebut, mengakibatkan perekonomian warga ikut terganggu, barang-barang di kios kian mahal, akses ke luar-masuk desa pun terganggu.
“Kalau kita beli semen di Lewoleba dengan harga 50 atau 60 ribu, maka akan dijual dengan harga 80 atau 90 ribu di Lamalela, karena akses jalan kan sangat rusak. Barang-barang di kios juga mahal ngeri, karena itu tadi faktor jalan yang rusak, buat kami tambah susah, bahkan bensin per botol di wilayah lain hanya 10 ribu, di kami bisa sampai 20 ribu,” sambung warga tersebut dengan nada kecewa.
Menurut pengakuannya, sekelompok warga pernah meminta salah seorang mantan Bupati Lembata untuk memerhatikan jalan yang menjadi penopang kehidupan mereka tetapi jawaban yang mereka terima penuh dengan nuansa dendam politik.
“Kamu baru-baru pilih saya tidak di Lamalela. Saya punya suara berapa di sana. Bupati malah jawab kami seperti itu. Bupati kok layan masyarakat pakai pilih-pilih seperti itu. Kami sangat kecewa,” ungkapnya lagi.
Pemda Lembata Tolong Buka Mata
Hingga hari ini, warga Lamalela hidup dalam penderitaan terlebih akses jalan. Karena itu, besar harapan mereka agar pemerintah Kabupaten Lembata membuka mata memperhatikan mereka yang hidup seperti orang terlantar.
“Pemerintah tolong buka mata sedikit kh, lihat kami ini. Kami ini warga Lembata bukan warga asing, jadi tolong buka mata. Jangan jadikan kami hanya sekadar komoditas politik lima tahunan dan jangan lempar tanggung jawab,” sambung warga tersebut.
Ia bahkan mengatakan, memasuki musim hujan, warga kesulitan untuk ke luar desa ataupun sebaliknya karena jalan penuh lumpur dan batu-batu berukuran cukup besar berdiri kokoh di tengah jalan.
“Lembata memang beda, rakyat miskin ditelantarkan, pejabat kaya raya malah jadi koruptor untuk tumpuk harta,” tutupnya. (Antonius Rian)