[ad_1]
JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan penanganan perkara korupsi tetap berjalan di tengah polemik 75 pegawai yang tidak mememuhi syarat alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN). Meski memang hingga kini, KPK belum juga memanggil kembali Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.
Pemanggilan Azis Syamsuddin dipertanyakan publik. Karena hingga kini lembaga antirasuah belum juga menjadwalkan ulang sebagai saksi, dari pemanggilan sebelumnya pada Jumat (7/5) lalu, karena tak hadir memenuhi pemeriksaan.
“KPK tetap bekerja dan tetap berkomitmen untuk memberantas korupsi. Perlu kami sampaikan bahwa di KPK telah terbangun sistem kerja yang terstruktur dengan baik,” kata juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Kamis (20/5).
Ali memastikan kerja KPK dalam upaya pemberantasan korupsi tidak terpengaruh dengan bebas tugas 75 pegawai. Karena setiap pegawai memiliki tugas pokok, serta fungsi yang harus diselesaikan secara tim sesuai dengan direktorat masing-masing.
Karena itu, Ali menegaskan perkara dugaan suap pengurusan perkara di Pemerintah Kota Tanjungbalai yang menjerat penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP) tetap berjalan. Sampai saat ini, tim penyidik masih mengusut perkara tersebut. “Saat ini KPK masih terus mengumpulkan bukti-bukti sebagai tindak lanjut pengembangan terkait dugaan perbuatan tersangka SRP dkk,” tegas Ali.
Juru bicara KPK bidang penindakan ini pun memastikan, pihaknya bakal kembali memanggil politikus Golkar Azis Syamsuddin. Karena Azis diduga mengetahui sengkarut penanganan perkara di Pemkot Tanjungbalai. “Kami pastikan penyidik akan memanggil ulang saksi Azis Syamsuddin, waktunya akan kami informasikan lebih lanjut,” ucap Ali.
Ali menegaskan, tidak segan menetapkan pihak lain sebagai tersangka. Terlebih Azis Syamsuddin, tetapi harus mempunyai dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan setiap orang sebagai tersangka.
“Kami akan tuntaskan dan ungkap seterang- terangnya perkara tersebut dan tak segan menetapkan pihak lain sebagai tersangka, sepanjang ditemukan kecukupan alat buktinya,” tegas Ali.
Sebelumnya, kinerja KPK dikritik karena belum juga memeriksa Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin. Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyebut, selama dua pekan ini KPK tidak melakukan kinerja pemberantasan korupsi.
“Selama dua minggu ini tidak ada penanganan korupsi yang bisa diproses, termasuk salah satunya pemanggilan Azis Syamsuddin, dua minggu yang lalu itu kan dipanggil, tapi tidak datang, mestinya kan segera dipanggil nggak lebih dari seminggu, tiga hari sampai lima hari harus dipanggil lagi, tapi sampai sekarang tidak dipanggil lagi,” cetus Boyamin.
Dalam perkara dugaan suap penanganan perkara di Pemkot Tanjungbalai, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka yakni penyidik asal kepolisian, Stepanus Robbin Pattuju (SRP), Wali Kota Tanjungbalai Muhammad Syahrial (MS) dan pengacara Maskur Husain (MH). KPK menduga, penyidik asal Korps Bhayangkara Stepanus menerima suap untuk mengurus perkara yang menjerat Syahrial.
Stepanus yang merupakan penyidik KPK bersama dengan Maskur Husain menyepakati agar perkara dugaan korupsi yang menjerat Syahrial di KPK tidak lagi dilanjutkan. Kesepakatan uang Rp 1,5 miliar ini, setelah Stepanus bertemu Syahrial di rumah Azis Syamsuddin pada Oktober 2020.
Syahrial lantas menyanggupi permintaan uang itu, dengan kesepakatan kasusnya tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan. Terlebih KPK juga sampai saat ini belum mengumumkan sejumlah pihak yang ditetapkan tersangka dalam kasus lelang jabatan di Kota Tanjungbalai.
Syahrial memberikan uang itu secara bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik Riefka Amalia (RA) teman dari Stepanus. Uang itu baru diserahkan dengan total Rp 1,3 miliar.
Stepanus dan Maskur disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Syahrial disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*)
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!