[ad_1]
Pandemi. Di rumah saja. Sekolah Daring. Kata-kata itu lekat di kuping banyak anak, guru, dan orang tua sejak setahun terakhir. Namun, di rumah saja bukan berarti tak ada karya yang dihasilkan. Anak-anak Yayasan Nurani Mandiri Indonesia membuktikan hal tersebut lewat tulisan.
SHABRINA PARAMACITRA, Surabaya
”AKU bukanlah anak yang begitu pandai. Aku juga bukan anak dari keluarga yang banyak harta. Aku juga tidak punya orang tua kandung yang lengkap. Karena ayahku sudah meninggal. Tapi, aku mempunyai semangat yang tinggi untuk terus belajar dan belajar. Karena aku tahu, aku mempunyai mimpi yang harus aku gapai dan aku perjuangkan.”
Itulah nukilan cerita pendek (cerpen) berjudul Rumah Ilmu yang Aku Perjuangkan. Penulis cerpen tersebut adalah Ahmad Romadhoni. Cerpen yang ditulisnya termaktub dalam buku kumpulan cerpen Rumahku, Tempat Hatiku. Buku tersebut merupakan kumpulan hasil tulisan anak-anak asuh Yayasan Nurani Mandiri Indonesia yang penggarapannya dikerjasamakan melalui kelas menulis dari Komunitas Galaksi Aksara Kita.
Dhoni –sapaan akrab Ahmad Romadhoni– kini tinggal di Surabaya bersama ibu, kakek, dan adiknya.
Ayahnya berpulang ke pangkuan Ilahi sejak Dhoni berusia 3 tahun. Sejak saat itu, dia bergabung bersama anak-anak yatim, piatu, serta anak yatim piatu di yayasan tersebut.
Buku Rumah Ilmu yang Aku Perjuangkan memuat cerita-cerita Dhoni dan teman-temannya. Mereka belajar menulis sambil mengisi waktu luang di tengah pandemi. Buku itu menggambarkan bagaimana anak-anak asuh Yayasan Nurani Mandiri Indonesia mencintai tempat mereka belajar bersama. Bagaimana mereka menemukan teman-teman dan harapan baru di tempat yang mereka sebut ”rumah” tersebut.
Menulis membuat pelakunya menjadi lebih pintar. Setidaknya itulah kata Dhoni kepada Jawa Pos. Dia bersyukur bisa mendapatkan kesempatan untuk belajar.
Anak-anak Yayasan Nurani Mandiri Indonesia juga turut serta dalam pembuatan buku kumpulan cerpen bertajuk Dilanda Rindu Sekolah. Buku kumpulan cerpen kedua itu ditulis bersama anak-anak lainnya dari Komunitas Pena Asieq Literasiku (PAL). Di bawah naungan Komunitas PAL, anak-anak tersebut kembali mengikuti kelas menulis cerpen.
Salah seorang penulis buku itu adalah Brilliant Santika, siswi SDK Santa Maria. Dalam buku Dilanda Rindu Sekolah, dia menghadirkan cerpen berjudul Saat Guru Keluar Kelas. Setahun belajar dari rumah membuatnya kangen dengan suasana kelas yang ramai. Memang, dalam cerpennya, dia membawakan sosok ”aku” yang merepresentasikan dirinya sendiri yang kadang suka ribut saat guru keluar kelas. Seperti Dhoni, kini Brilliant tinggal bersama ibunya. Sang ayah meninggal saat Brilliant berusia 6 tahun.
Ketua Komunitas PAL Mochammad Hariadi melihat anak-anak yang belajar menulis itu sangat bersemangat. Misalnya, saat mengikuti kelas menulis online dan belajar menulis, anak-anak yang tak memiliki gawai tetap ”hadir” di kelas dan mengerjakan tugas. Mereka belajar menulis dengan menggunakan laptop milik yayasan.
Baca Juga: Lily Yunita Kirim Roti Tiap Hari sebelum Tipu Rp 48,9 Miliar
Ketua Yayasan Nurani Mandiri Indonesia Suryantiningsih merasa bangga kepada anak-anak asuhnya. Meski tak memiliki orang tua yang lengkap, anak-anak itu tak patah semangat untuk berkarya sejak dini.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!