[ad_1]
Jeanny Tirajo melebihkan pembayaran tagihan perusahaan dengan mengakali cek dan bilyet giro sebelum dibawa ke bank. Dia menambahkan angka yang sudah tertera dan mengubah tulisannya. Selama lima tahun, dia mengantongi selisih Rp 4,7 miliar.
—
JEANNY Tirajo lima tahun bekerja di PT Kedungsari Multipack sebelum ketahuan menggelapkan uang perusahaan.Perempuan yang bekerja sebagai staf administrasi keuangan di perusahaan penjualan audio mobil dan karton boks itu dipercaya mengelola lima rekening perusahan.
Namun, Jeanny menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan melebihkan nominal pembayaran kepada supplier. Selisih uang yang dikeluarkan perusahaan digunakannya untuk kepentingan pribadi.
Kini Jeanny diadili di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Jaksa penuntut umum Darwis dalam dakwaannya menjelaskan bahwa Jeanny bertugas membuat faktur pembelian. Dia juga bertanggung jawab menerima order dan membayar tagihan-tagihan atau keperluan perusahaan dan gaji karyawan.
Dalam sistem operasional perusahaan, untuk mengetahui uang masuk dan keluar setiap pekan perusahaan menagih pembayaran kepada konsumen. Setelah itu, konsumen membayar tagihan dengan bilyet giro atau cek yang dimasukkan atau dikliringkan ke rekening perusahaan.
Jeanny juga bertanggung jawab membayar tagihan-tagihan perusahaan yang beralamat di Jalan Margomulyo Permai III tersebut kepada beberapa supplier. Sebelum itu, dia mengajukan pembayaran kepada Direktur Dian Eko Rahardjo dan Direktur Utama Hari Gunawan Widojoko. Dian dan Hari lantas memintanya membayar dengan bilyet giro atau cek.
”Selanjutnya, terdakwa Jeanny Tirajo menulis nominal di bilyet giro atau cek sesuai dengan tagihan dari setiap supplier,” ujar jaksa Darwis saat membacakan dakwaan dalam sidang di PN Surabaya.
Jeanny kemudian menyerahkan cek yang sudah ditulis angka nominal pembayaran kepada Dian dan Hari untuk ditandatangani dan distempel. Setelah ditandatangani kedua direksi dan distempel, cek dikembalikan lagi kepadanya. Setelah itu, Jeanny seharusnya sudah bisa langsung mencairkan uangnya untuk dibayarkan ke supplier.
”Tetapi, sebelum bilyet giro atau cek dicairkan, terdakwa Jeanny menambahkan digit di depan angka yang sudah dituliskan atau nominal uangnya diubah,” ungkapnya. Tulisannya pun disesuaikan dengan perubahan angka.
Nominal yang semestinya hanya Rp 210 juta ditambahkan angka 1 di depannya sehingga menjadi Rp 1,2 miliar. Terjadi kelebihan bayar Rp 1 miliar. Selain itu, ada sebagian yang angka nominalnya diubah. Tagihan yang semestinya hanya Rp 127 juta diubah menjadi Rp 979 juta. Praktik itu dilakukan Jeanny selama lima tahun sejak 2012 hingga 2017. Akibat perbuatannya, perusahaan merugi Rp 4,7 miliar.
Perbuatan Jeanny baru terungkap setelah pihak bank menghubungi direksi dalam transaksi terakhir karena nominal pencairan cek dianggap besar. Sebelumnya, bank selalu menghubungi nomor perusahaan dan dikonfirmasi Jeanny yang membenarkan transaksinya.
Direksi membantah nominal transaksi tersebut karena nilainya tidak sebesar yang disebutkan bank. Setelah itu, keuangan perusahaan diaudit. Perbuatan Jeanny terbongkar. Namun, hanya Rp 2,4 miliar yang diakui telah digelapkannya.
Sementara itu, pengacara Jeanny, Nurhadi, menuturkan bahwa kliennya sudah mengakui perbuatannya. Hanya, nilainya tidak sebesar dakwaan jaksa. Uang yang digelapkan Jeanny hanya Rp 2,4 miliar. ”Sudah dikembalikan kepada kuasa hukum pelapor. Tapi, ketika itu tidak ada tanda terima,” kata Nurhadi.
Menurut dia, perbuatan jahat terdakwa juga belum jelas. Jaksa hanya mendakwa dengan pasal 374 KUHP tentang penggelapan tanpa pasal 378 KUHP tentang penipuan. Semestinya, untuk kasus penggelapan, harus ada unsur perbuatan penipuan. Nilai kerugiannya juga tidak jelas.
”Dari laporan di Mabes Polri dulu Rp 8 miliar. Sekarang turun lagi Rp 4,7 miliar. Ini nanti yang kamu uraikan dan buktikan dalam persidangan. Termasuk bukti transfernya,” tegasnya.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!