[ad_1]
JawaPos.com – Situasi di perbatasan Rusia dan Ukraina kian tegang. Gambar satelit menunjukkan bahwa Moskow kini mengonsentrasikan sebagian pasukannya di wilayah perbatasan kedua negara. Beberapa pesawat perang bahkan kini sudah ditempatkan di Krimea, wilayah Ukraina yang dicaplok Rusia pada 2014.
Foto satelit yang dimiliki The Wall Street Journal menunjukkan pesawat tempur Su-30 berbaris di landasan pacu di pangkalan udara di Krimea tertanggal 16 April. Pesawat serupa belum ada di sana pada akhir Maret. Unit lainnya yang juga ditempatkan di Krimea adalah pasukan udara, senapan serbu bermotor, kendaraan lapis baja, helikopter tempur, drone pengintai, alat pengacau sinyal, hingga rumah sakit militer sementara.
Rusia juga menempatkan pasukan militer dan pesawat tempur Su-34, Su-30, Su-27, Su-25, dan Su-24 di area lain di wilayah tersebut. Itu memperkuat pengaruh politik Moskow untuk menekan Kiev.
”Mereka telah mengerahkan berbagai elemen kekuatan udara yang akan dibutuhkan untuk membangun superioritas udara di atas medan perang dan secara langsung mendukung pasukan darat,” ujar Philip Breedlove, pensiunan jenderal Angkatan Udara Amerika Serikat (AS).
Juru Bicara Pentagon, AS, John Kirby Senin (19/4) mengungkapkan bahwa pengerahan pasukan Rusia saat ini jauh lebih besar daripada tujuh tahun lalu saat mereka merebut Krimea. Situasi saat ini mengkhawatirkan. ”Rusia menyatakan bahwa itu hanya latihan. Tapi, bagi kami belum jelas apakah tujuan mereka benar-benar seperti itu,” tegasnya seperti dikutip VOA.
AS bukan satu-satunya yang menyatakan demikian. Uni Eropa (UE) pun mengungkapkan hal serupa. Hasil pengamatan intelijen menyebutkan, ada lebih dari 100 ribu orang pasukan Rusia di wilayah perbatasan. Kepala Kebijakan Luar Negeri UE Josep Borrell menyebutnya sebagai pengerahan tentara militer Rusia terbesar di perbatasan Ukraina. Semua kebutuhan untuk memulai perang sudah ada. Termasuk rumah sakit sementara untuk menangani jika jatuh korban. ”Risiko kemungkinan terjadinya eskalasi lebih lanjut sudah terbukti,” ujar Borrell.
Situasi tak kalah menegangkan juga terjadi di Laut China Selatan. Pelakunya adalah sekutu dekat Rusia, yaitu Tiongkok. Kapal-kapal Tiongkok silih berganti berdatangan ke wilayah sengketa di Laut China Selatan. Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang biasanya bungkam akhirnya bersuara.
Duterte menegaskan bahwa dirinya tidak tertarik dengan tangkapan ikan di Laut China Selatan. Menurut dia, tidak ada cukup ikan untuk diperebutkan. ”Tapi, jika kami sudah mulai menambang, ketika kami mulai mendapatkan apa pun di perut Laut China Selatan, minyak kami, saat itu saya akan mengirim kapal angkatan laut kami untuk menegaskan kepemilikan,” cetusnya seperti dikutip Agence France-Presse. Laut China Selatan diklaim memiliki banyak kandungan minyak.
Bulan lalu ada ratusan kapal milik Tiongkok di Karang Whitsun di Kepulauan Spratly. Kepulauan itu diklaim banyak negara, termasuk Tiongkok dan Filipina. Versi Tiongkok, kapal-kapal tersebut adalah nelayan yang mencari ikan. Sedangkan militer Filipina menuding mereka sebagai milisi maritim.
Duterte selama ini dituding bungkam karena dekat dengan Tiongkok. Sejak berkuasa pada 2016, dia memang beberapa kali memuji Tiongkok. Saat ini pun Duterte menegaskan ingin tetap berteman dengan siapa pun. Pernyataan itu mungkin dilontarkan untuk mengurangi ketegangan.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!