[ad_1]
JawaPos.com – Kasus dugaan laporan palsu yang menjerat pengusaha Arwan Koty kembali urung berjalan setelah pihak saksi korban dari PT Indotruck Utama kembali tak hadir di persidangan yang bergulir pada Kamis (28/4) kemarin.
Sidang dengan agenda keterangan saksi korban yang harusnya menghadirkan Direktur Utama PT Indotruck Utama, Bambang Prijono Susanto Putro kembali ditunda lantaran yang bersangkutan sedang sakit. Bambang juga tidak hadir dalam sidang yang bergulir pada 15 April lalu.
Kuasa hukum Arwan Koty, Aristoteles menyampaikan bahwa pihaknya bersikeras agar pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun majelis hakim untuk bisa menghadirkan Bambang dalam persidangan. Pasalnya, keterangan Bambang akan membuka fakta perkara yang sesungguhnya soal polemik jual-beli satu unit ekskavator antara kedua pihak yang terjadi pada 2017 silam.
Aristoteles menyampaikan, baik dirinya maupun Arwan juga sudah meminta kepada majelis hakim untuk bisa mendatangkan Bambang. “Kalau memang tidak bisa hadir, kami sudah mohon izin kepada majelis hakim untuk menghadirkan saksi korban secara virtual,” kata Aristoteles.
Aristoteles menegaskan, isi dakwaan JPU dengan fakta STap penyelidikan yang diterbitkan penyidik Polda Metro Jaya tidak sinkron.
Dalam dakwaan, Bambang Prijono Susanto Putro menggugat kliennya atas dasar penghentian penyidikan. Padahal, perkara jual beli ekskavator yang dilaporkan kliennya sebelumnya ke Mapolda Metro Jaya itu dihentikan pada tahap penyelidikan, antara lain STap/66/V/RES.1.11/2019/Ditreskrimum tanggal 17 Mei 2019, dan STap/2447/XII/2019/Ditreskrimum tanggal 31 Desember 2019.
“JPU dalam dakwaannya menyatakan bahwa perkara ini dihentikan dalam penyidikan, tapi di dalam BAP, dalam dakwaan jaksa, tertulis bahwa dihentikan dalam tahap penyelidikan. Ini kan berbeda. Kita perlu klarifikasi yang benar yang mana. Karena antara penyelidikan dan penyidikan berbeda,” tegasnya.
Aristoteles melanjutkan, pihaknya juga kekeh meminta JPU kembali melakukan pemanggilan karena Bambang adalah pihak yang merasa dirugikan dengan laporan dari Arwan. “Untuk mengetahui seseorang tercemar itu kan subyektifitas daripada diri dia, dalam hal ini Bambang Prijono Susanto Putro dan PT Indotruck Utama. Kalau dia nggak hadir berarti ini akal-akalan aja,” tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, Arwan Koty membeli satu unit ekskavator dari PT Indotruck Utama senilai Rp 1,265 miliar pada 2017 lalu. Dalam perjanjian jual beli, proses serah terima semestinya dilakukan di Yard PT Indotruck Utama, Jakarta dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) oleh para pihak. Namun, penyerahan satu unit ekskavator itu tidak pernah terjadi. PT Indotruck Utama malah mengaku telah mengirimkan alat berat itu ke Kabupaten Nabire, Papua.
Merasa ditipu karena tidak pernah menerima barang yang sudah ia beli sesuai dengan perjanjian, Arwan kemudian melaporkan PT Indotruck Utama ke Polda Metro Jaya pada tahun 2019 dengan tuduhan penggelapan lewat laporan nomor LP/3082/V/2019/PMJ/Dit.Reskrimum.
Namun, dalam prosesnya, pihak kepolisian lalu menghentikan penyelidikan pada 31 Desember 2019. Penghentian penyelidikan ini tertuang dalam surat S.Tap/2447/XII/2019/Dit.Reskrimum.
Tak lama berselang, pihak PT Indotruck Utama malah membuat laporan balik ke Bareskrim Mabes Polri. Laporan tersebut dibuat pada 13 Januari 2020 lewat surat LP/B/00231/2020/Bareskrim dengan tuduhan Arwan telah membuat laporan palsu.
“Laporan ini harusnya tidak layak disidangkan karena laporannya hanya berdasarkan surat penghentian penyelidikan,” ujar Aristoteles.
Cukup Bukti
Sementara itu, JPU Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Sigit menurutkan bahwa status penyelidikan ataupun penyidikan yang menjadi dasar pelaporan terhadap Arwan Koty diserahkan sepenuhnya kepada majelis hakim. “Kan sama-sama membuktikan. Pengacara membuktikan tidak bersalah, jaksa membuktikan bersalah, itu saja,” ungkap Sigit kepada wartawan.
Sigit juga menuturkan bahwa pihaknya tidak akan memanggil kembali Bambang Prijono Susanto Putro sebagai saksi korban dalam sidang selanjutnya. Ia yakin pihaknya telah mengantongi bukti yang cukup dalam memenangkan persidangan.
“Makanya saya bilang, jaksa bilang cukup (bukti)-pengacara bilang nggak cukup, yah silahkan, itu persepsi masing-masing. Keputusan akhir di hakim,” ungkap Sigit.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!