[ad_1]
JawaPos.com – Wacana jabatan presiden 3 periode tengah ramai diperbincangkan. Hal ini mencuat usai politikus Partai Ummat Amien Rais mencurigai Presiden RI Joko Widodo akan meminta MPR menggelar sidang istimewa dengan salah satu agenda memasukkan pasal masa jabatan presiden hingga 3 periode.
Isu ini kian kencang setelah munculnya para relawan yang mengatasnamakan diri sebagai relawan Jokowi-Prabowo (Jokpro). Dengan misi mengubah amandemen UUD 1945 tentang masa jabatan presiden yang hanya 2 periode, Jokpro sudah bertekad akan mendeklarasikan dukungan dalam waktu kurang dari setengah tahun ke depan.
Mengomentari hal tersebut, pengamat hukum Universitas Trisakti Radian Syam mengatakan bahwa isu seperti ini seharusnya tidak perlu digoreng di tengah negara yang tengah kelimpungan menghadapi lonjakan kasus Covid-19 yang kian menggila.
Terlepas siapa yang lebih dulu mencuatkan isu Jokowi 3 periode, Radian menegaskan bahwa isu ini adalah isu sampah.
“Sudah jelas Jokowi menolak dengan tegas masa jabatan presiden 3 Periode, tetapi masih saja ada relawan yang ingin memaksakan beliau kembali maju di Pemilu 2024. Ini sama saja bentuk pengkhianatan perjuangan reformasi 98,” ujar Radian.
Radian menuturkan, bukan tidak mungkin ada pihak-pihak oportunis yang ingin mengambil keuntungan di balik segala kegaduhan ini.
“Saya bingung kenapa sampai sengotot ini beliau dimajukan kembali untuk 3 periode. Jangan-jangan ada udang dibalik tepung (maksud terselubung, Red) yang ujungnya tawar menawar kedudukan,” ujar Radian.
Radian juga mengkritik para relawan yang katanya militan kepada pasal 7 UUD 1945 yang mengatur tentang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Menurutnya, para relawan yang mendukung Jokowi memerintah selama 3 periode tidak semestinya terlalu berambisi demi kepentingan pribadi atau golongan yang nantinya mengorbankan rakyat.
“Tidak usah menggiring opini lagi. Rakyat sudah lelah,” katanya.
Walaupun secara mekanisme perubahaan UUD NRI Tahun 1945 pada Pasal 37 memang ada, terlebih dengan konfigurasi politik saat ini yang nyaris tidak ada partai oposisi yang kuat, namun perjuangan reformasi untuk membatasi masa jabatan Presiden yang terealisasi dalam Perubahan UUD NRI Tahun 1945 tetap harus diingat.
“Mengubah UUD NRI Tahun 1945 bukan hanya sebatas prosedural, tapi harus ada azas filosofi dan substansi makna yang terkandung di dalamnya. Kita harus kembali ke khitah semangat reformasi, jangan hanya karena syahwat kekuasaan politik maka kita melupakan nilai luhur reformasi 98. Jika wacana 3 periode ini tetap dipaksakan, maka ini justru menjadi preseden buruk dan justru ini melemahkan citra partai politik yang tidak memiliki kader yang baik” ujarnya.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!