Terlalu Berisiko untuk PTM, IDAI Jatim Tak Setuju Sekolah Dibuka

oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Pembelajaran tatap muka (PTM) yang rencananya digelar pada 1 Juli tinggal menghitung hari. Kebijakan itu berpotensi dievaluasi di tengah melonjaknya kasus baru Covid-19. Termasuk di Surabaya yang trennya terus meningkat.

Para dokter dan tenaga medis merasa keberatan jika PTM tetap digelar. Misalnya, yang disampaikan dr Dominicus Husada. Dokter spesialis anak itu menyampaikan bahwa sekolah tatap muka sangat berisiko. Muncul kekhawatiran terjadi potensi penularan yang cukup besar di lingkungan sekolah jika kebijakan tersebut dijalankan.

’’Buka sekolah dalam kondisi begini memang sangat berisiko,’’ kata dr Dominicus, Minggu (20/6).

Pihaknya tidak setuju jika PTM pada 1 Juli tetap diberlakukan. Dia lebih setuju kalau kebijakan PTM sebaiknya ditunda dulu sampai tren kasus baru benar-benar melandai. Menurut dia, penundaan kembali PTM bukan sesuatu yang buruk.

Apalagi, kata dr Dominicus, rencana PTM pada 1 Juli diputuskan ketika grafik penularan kasus Covid-19 dalam kondisi melandai. ’’Nah, sekarang grafiknya naik lagi. Jadi, sebaiknya ditunda lagi sampai kasusnya rendah,’’ papar dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) itu.

Melonjaknya penularan Covid-19 memang sangat mengkhawatirkan bagi anak-anak. Pada 14 Juni lalu, Ikatan Dokter Anak Indonesia Jawa Timur (IDAI Jatim) melansir, secara kumulatif terdapat 2.949 kasus anak di Jatim yang terkonfirmasi Covid-19. Dari jumlah itu, 24 anak meninggal dunia. Atas kondisi tersebut, IDAI mengaku belum setuju jika PTM tetap digelar pada 1 Juli.

Sebab, kasus Covid-19 belum turun dan bahkan terus naik. ’’Kita dari dulu belum setuju dengan rencana PTM,’’ papar Ketua IDAI Jatim dr Sjamsul Arief MARS SpA(K).

Sjamsul menyampaikan beberapa syarat ke pemerintah jika ingin tetap menggelar PTM. Di antaranya, menunggu angka Covid-19 melandai yang disusul dengan angka kematian yang juga rendah. Yaitu, di bawah 5 persen. Kemudian, memastikan orang yang bersinggungan dengan murid harus sudah divaksin lengkap.

Setiap sekolah harus menyiapkan peralatan untuk sterilisasi dan perlengkapan di sekolah. Pihaknya juga meminta sekolah tidak digelar secara full day. Seminggu 2–3 kali dengan intensitas 2–4 jam. Sebab, lamanya waktu pembelajaran, lanjut dia, sangat berpengaruh pada penularan. Untuk persentasenya, 30 persen dari kapasitas ruangan dan siswa harus mendapat izin dari orang tua. ’’Harus ada tim juga yang mengawasi PTM ini,’’ imbuhnya.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Terus Naik, Wali Kota Surabaya Tak Bisa Cegah Toron

Epidemiolog Unair dr Atoillah menyampaikan, harus ada pertimbangan yang matang sebelum PTM digelar pada 1 Juli. Lonjakan kasus saat ini, kata dia, diprediksi lebih besar dari Januari lalu. Berikutnya, ditemukan varian delta yang resistan pada vaksin sehingga keamanan murid maupun guru yang telah divaksin tidak dapat diprediksi.

’’Karena varian baru ini lebih mudah menular dan menimbulkan gejala klinis pada usia yang muda dibandingkan varian sebelumnya,’’ jelas dr Atoillah.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.