[ad_1]
Jakarta, IDN Times – Mantan direktur Administrasi Makanan dan Obat (FDA) Amerika Serikat (AS) Norman Baylor mengatakan penundaan pemberian dosis kedua vaksin COVID-19 sangat berisiko karena data kemanjuran saat ini didasarkan pada jadwal pemberian dosis tertentu.
Hal itu diungkapkannya pada Kamis (7/1/2021), dua hari setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan rekomendasi awal soal penundaan waktu pemberian vaksin corona Pfizer dan BioNTech.
“Sangat berisiko untuk mencoba memperpanjang [jarak antara dua dosis] atau memberikan satu dosis jika tidak ada data,” kata mantan direktur di kantor penelitian dan tinjauan vaksin FDA itu dalam acara “Street Signs Asia” CNBC, Kamis.
“Saya memahami beberapa alasan untuk melakukan ini, tetapi sekali lagi, ini tidak benar-benar didukung oleh data,” kata Baylor, yang juga presiden dan CEO dari Biologics Consulting. “Ini adalah usaha yang sangat berisiko karena jika gagal, keadaanmu lebih buruk.”
1. Rekomendasi penundaan WHO
WHO mengeluarkan rekomendasi soal waktu pemberian vaksin Pfizer ke setiap orang pada Selasa. Dalam jumpa pers online, Alejandro Cravioto, ketua Kelompok Penasihat Strategis Ahli Imunisasi (SAGE) WHO, mengatakan bahwa tiap orang perlu mendapatkan dua dosis vaksin Pfizer dan BioNTech dalam waktu 3-4 minggu.
“Kami berdiskusi dan mengeluarkan rekomendasi berikut: dua dosis vaksin (Pfizer) ini dalam 21-28 hari,” katanya, sebagaimana dilaporkan Channel News Asia.
Dalam pemaparannya, ia juga menyarankan agar negara-negara di dunia membuat penundaan selama enam minggu untuk pemberian dosis vaksin kedua sehingga memungkinkan lebih banyak orang dengan risiko penyakit yang lebih tinggi bisa mendapatkan vaksin.
“SAGE membuat ketentuan bagi negara-negara dalam keadaan luar biasa dari kendala pasokan vaksin (Pfizer) untuk menunda pemberian dosis kedua selama beberapa minggu untuk memaksimalkan jumlah orang yang mendapat manfaat dari dosis pertama,” kata Cravioto.
“Saya pikir kita harus sedikit terbuka terhadap jenis keputusan yang harus dibuat oleh negara sesuai dengan situasi epidemiologi mereka sendiri,” tambahnya.
2. Penundaan vaksin di negara-negara Eropa
Komentar Baylor juga dikeluarkan setelah Inggris memutuskan untuk memberikan suntikan kedua vaksin virus corona 12 minggu setelah dosis pertama. Keputusan ini menyimpang dari apa yang direkomendasikan oleh produsen vaksin yang dipakai Inggris.
Di sisi lain, Jerman juga dilaporkan sedang mempertimbangkan langkah serupa, sementara Denmark menyetujui jeda pemberian selama enam minggu antara tiap dosis.
3. Waktu resmi pemberian vaksin
Perusahaan farmasi Amerika Pfizer dan perusahaan bioteknologi Jerman BioNTech merekomendasikan bahwa dosis kedua dari vaksin mereka harus diberikan 21 hari setelah yang pertama. Perusahaan farmasi Inggris-Swedia, AstraZeneca, mengatakan vaksin yang dikembangkannya bersama Oxford memerlukan dua dosis yang harus diberikan dengan selang waktu satu bulan. Inggris pada awalnya mengatakan akan mengikuti jadwal itu.
Sebelumnya, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) juga telah mengatakan bahwa pemberian vaksin Pfizer adalah sebanyak 2 dosis dengan selisih pemberian 21 hari.
Pfizer dan BioNTech juga memperingatkan tidak ada bukti bahwa vaksin mereka akan memberikan perlindungan terhadap COVID-19 jika dosis kedua diberikan lebih dari 21 hari setelah suntikan pertama. Namun, AstraZeneca mengatakan ada bukti awal yang menunjukkan bahwa jarak pemberian yang diperpanjang antara dosis tidak akan mempengaruhi kemanjuran vaksinnya.
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs idntimes.com, klik link disini!