Beda Keluarga, Nama Pewaris Sama, Rebutkan Satu Tanah Warisan

oleh

[ad_1]

Ahli waris Mukti dan Moekti bukan saudara dan tidak saling kenal. Namun, mereka berebut tanah warisan seluas 2 hektare di lokasi yang sama. Mereka sama-sama mengaku berhak memiliki tanah warisan Mukti.

AZZA Irene Mufia dan saudara-saudaranya mewarisi tanah di Jalan Raya Lingkar Timur Sidoarjo seluas 2 hektare dari almarhum ayahnya, Muhammad Mufti. Mendiang ayah mereka memiliki nama lain Mukti. Di kantor desa juga tertulis Mukti. Dulu sehari-hari juga dikenal sebagai Mukti dan dipanggil Mukti.

Lokasi tanah warisan Mukti sangat strategis. Berada di kawasan industri. Di sana sudah terbangun sejumlah kompleks pergudangan. Jalannya lebar dan mudah diakses dari mana pun.

Tanah yang masih berupa tambak itu dikelola sampai sekarang. Pajak bumi dan bangunan (PBB) juga rutin dibayarkan. Sejak mewarisi tanah itu, Azza dan saudaranya belum memproses dokumen lahan menjadi sertifikat hak milik. Bentuknya masih SK Kepala Inspeksi Agraria Jatim tanggal 19 September 1964 atas nama Mukti.

Suatu ketika, perempuan 45 tahun tersebut dan ketiga saudaranya digugat Ridho Lelono di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo pada 2018. Ridho mengaku anak almarhum Moekti dan berhak atas tanah tersebut. Nama pewarisnya mirip. Antara Mukti dan Moekti.

Abdul Malik, pengacara Azza, menyatakan, Ridho membawa bukti selembar salinan SK Kepala Inspeksi Agraria Jatim tanggal 19 September 1964 atas nama Mukti. Bukan Moekti seperti nama bapaknya. Itu pun hanya selembar dan berupa salinan.

Sementara itu, Azza memegang SK yang asli atas nama Mukti sesuai dengan nama yang tercantum dalam SK. Termasuk lembar kedua yang berisi alamat pemilik. ”Lembar kedua Mukti alamat di Sidokare, yang dimaksud ayahnya Azza,” katanya.

Malik menyatakan, dalam pembuktian sidang, Ridho tidak bisa membeberkan mengenai asal usul ayahnya. Termasuk siapa yang mengelola tanah itu juga tidak tahu. Ridho juga menghadirkan saksi-saksi. ”Saksi yang dibawa tidak tahu apa-apa. Tidak tahu batas-batas tanah. Tanah berupa apa juga tidak tahu. Cuma bawa selembar fotokopi SK,” ucapnya.

Menurut Malik, klaim Ridho juga sudah dibantah lurah setempat. Saat dihadirkan dalam sidang, lurah mengaku tidak pernah mengenal Moekti yang disebut sebagai ayah Ridho. Yang dikenal hanya Mukti ayah Azza. Moekti yang diklaim ayah Ridho disebut tidak pernah tinggal di kelurahan tersebut. ”Padahal, SK itu hanya bisa diterbitkan untuk warga yang tinggal di situ,” katanya.

Lurah juga sudah mengeluarkan surat keterangan yang menyebutkan bahwa Mufti dan Mukti adalah orang yang sama. ”Lurah menerangkan bahwa Mukti itu orang yang sama dengan Mufti anak Zen Umar, ayahnya Mufti. Ayahnya Azza asli orang Gebang. Kalau Mukti yang satunya pendatang datang dari Kediri atau Tulungagung,” tuturnya.

Selain SK, Azza memiliki bukti surat kematian ayahnya dan surat keterangan waris terkait dengan lahan tersebut.

Malik menegaskan, Mukti ayah Azza dan Moekti yang diklaim sebagai ayah Ridho tidak ada hubungannya. Pajak atas tanah selama ini dibayar ahli waris keluarga Azza secara turun-temurun.

Di tingkat pertama, Azza memenangkan gugatan itu. Namun, di tingkat banding, Ridho yang dimenangkan. Kini sengketa itu masih berproses di tingkat kasasi.

Sementara itu, klaim Ridho yang disampaikan dalam sidang berbuntut laporan pidana. Azza melaporkan Ridho serta pengacaranya, Robinson Panjaitan, ke Polda Jatim. Ridho dilaporkan karena memberikan keterangan palsu di persidangan. ”Dia (Ridho, Red) disuruh orang mengaku anaknya Mukti. Itu keterangan dalam sidang perdata di pengadilan,” kata Malik.

Malik menduga, lahan itu dipersengketakan karena akan dijual kepada pihak lain dengan harga yang lebih mahal. ”Diduga dia dibawa sama mafia tanah karena sudah ada calon pembeli. Pengembang properti,” ucapnya.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Terus Naik, Wali Kota Surabaya Tak Bisa Cegah Toron

Sementara itu, Pengacara Ridho, Robinson Panjaitan, menolak dikonfirmasi terkait gugatan tersebut. Dia juga tidak bersedia memberikan tanggapan terkait laporan Azza di Polda Jatim. Termasuk dugaan mengenai dirinya dan kliennya, Ridho, yang dianggap memberikan keterangan palsu dalam persidangan. ”Saya mohon maaf, tidak berani saya (memberikan konfirmasi, Red). Iya, saya mohon maaf,” ujar Robinson.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.