Desa Wisata Boonpring, Modal Pas-pasan hingga Sukses Raup Miliaran

oleh

[ad_1]

Dikelola badan usaha milik desa (BUMDes) Kerto Raharjo, Desa Sanankerto, Turen, Boonpring menjadi wahana wisata yang sukses. Tak hanya jadi destinasi, tetapi juga jadi pusat penelitian di sektor tanaman bambu.

UDARA sejuk menyambut siapa saja yang masuk ke area Wisata Boonpring. Wajar, destinasi tersebut dipenuhi ragam pepohonan yang rindang. Belum lagi, seperti namanya, pring (bambu), di sana juga ada ribuan pohon bambu dengan 115 spesies dari seluruh dunia. Salah satu andalannya adalah arboretum bambu.

Boonpring juga jadi laboratorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di bidang tanaman bambu. Salah satu jenis bambu yang paling langka dinamai bambu purba. Akar pohon bambu itu unik karena tidak menancap ke tanah, tetapi merambat. Bambu jenis tersebut tergolong langka di Indonesia. ”Makanya, LIPI telah menyumbang 42 jenis bambu di sini,” ungkap Ketua BUMDes Kerto Raharjo Sukoyo Samsul Arifin.

Sebelum ada arboretum bambu, wisata tersebut lebih mengandalkan ”produk” berupa tempat pemandian. Di area 36,8 hektare itu, ada kolam renang untuk anak-anak dan dewasa. Bahkan, ada semacam danau yang mengelilingi pulau kecil. Di dalam danau tersebut, ada puluhan ribu ikan beragam jenis. Jarak antara tempat pemandian dan danau hanya 10 meter.

Jika wisatawan ingin berkeliling danau, di sana disediakan perahu bermesin. Selama 30 menit, perahu mengelilingi danau untuk memanjakan wisatawan. Kedalaman air di danau 2–3 meter saja. ”Kami terus belajar ke BUMDes lain yang telah sukses untuk mengembangkan wisatanya,” ungkap mantan kepala seksi kurikulum Dinas Pendidikan Kabupaten Malang itu.

Sebenarnya, destinasi wisata tersebut sudah lama ada. Yakni, sejak 1980-an. Hanya, waktu itu namanya masih Taman Wisata Andeman. Pengelolaannya belum maksimal. Bahkan, sempat vakum puluhan tahun.

Wahana itu akhirnya dikelola lebih serius pada 2017. Bersamaan dengan berdirinya BUMDes Kerto Raharjo. Badan usaha itu lantas diberi kewenangan oleh Pemerintah Desa Sanankerto untuk mengelola destinasi tersebut.

Modal untuk kembali mengelola wahana itu sangat pas-pasan. Karena itu, lewat BUMDes ini, masyarakat digerakkan untuk bergotong royong membenahi objek wisata tersebut. Pelan-pelan infrastruktur mulai dibenahi. Termasuk manajemen pengelolaan ditata. Dia lantas merekrut karyawan BUMDes yang semuanya warga desa. ”Kali pertama BUMDes berdiri, semua pengurus saya ajak belajar ke Ponggok, Klaten, Jawa Tengah. Di sana ada BUMDes yang sangat sukses. Dari situ kami mulai menerapkan di Boonpring,” ungkap mantan guru tersebut.

EDUKATIF: Selain menjadi destinasi wisata, Boonpring dikenal sebagai salah satu pusat penelitian dan edukasi. Terutama di bidang bambu dan ikan. (Darmono/Jawa Pos Radar Malang)

Seiring berjalannya waktu, pelan-pelan wisatawan mulai berdatangan. Nama Boonpring kian dikenal. Promosi lewat berbagai media gencar dilakukan. Hasilnya di luar dugaan. Pada tahun pertama pengelolaan, BUMDes bisa meraup omzet Rp 994 juta. Selama empat tahun beroperasi, penghasilan yang diraih mencapai Rp 11,3 miliar.

”Apalagi, kami bisa memberdayakan ekonomi masyarakat Desa Sanankerto yang dulunya banyak pengangguran. Total ada 110 karyawan yang kami rekrut,” tandas Sukoyo.

Tidak hanya menjadikan warga sebagai karyawan. Keluarga mereka yang tidak punya pekerjaan juga diberi kesempatan untuk membuka lapak di area wisata. BUMDes itu juga punya koperasi untuk membantu para pedagang yang mengalami kesulitan modal. Terutama saat pandemi Covid-19 menghantam. ”Sekarang para karyawan BUMDes dan keluarganya sudah bisa pinjam uang dari koperasi. Tidak perlu ke rentenir lagi,” ungkap Sukoyo yang juga mantan pengurus salah satu koperasi di Kecamatan Wajak itu.

Jadi Etalase Ikan Endemi Jatim

Selain mengandalkan arboretum bambu nasional, Wisata Boonpring juga menjadi tempat endemi ikan asli Jawa Timur. Di wahana tersebut, ada satu kolam besar yang khusus digunakan untuk budi daya ikan.

Sebanyak 85 ribu bibit ikan baru saja ditebar. Jenisnya ratusan. Semua ikan itu adalah hasil pembenihan dan produk silangan ragam jenis ikan dari berbagai daerah di Jatim. Tak ada ikan yang bibitnya dari luar Jatim. ’’Jadi, kolam ikan ini semacam etalase ikan-ikan asli Jatim. Ikan-ikan ini adalah bantuan dari Dinas Perikanan Provinsi Jatim,’’ ungkap Sukoyo.

Karena itu pula, Boonpring dinobatkan sebagai wisata edukasi. Banyak lembaga yang datang untuk melakukan penelitian. Mulai meneliti bambu hingga ikan. ’’Kami memang ingin jadi wisata edukasi. Ada kolam renang, ekowisata, etalase ikan, dan arboretum,’’ paparnya.

Baca Juga: Anaknya Ditampar Ibu Ara, Alasan Pelaku Menculik Ara

Namun, di balik kesuksesan Boonpring, ada sejumlah persoalan yang masih jadi perhatian pengelola. Salah satunya urusan sampah. Tiap hari, sampah organik dan anorganik menumpuk. Selama ini, sampah-sampah itu hanya dikumpulkan untuk dibakar. Kadang dipilah, atau dibawa ke TPA Talangagung, Kepanjen. Cara terakhir butuh biaya besar.

Karena itu, pengelola BUMDes Kerto Raharjo sedang mencari solusi. Misalnya, bekerja sama dengan Politeknik Pengembangan Pertanian Malang. Targetnya, sampah-sampah itu dikelola sehingga memiliki nilai ekonomi. ’’Salah satunya akan dibuat maggot (pakan ternak). Tapi, ini masih proses survei maggot,’’ terang mantan kepala Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Malang tersebut.

Omzet BUMDes Kerto Raharjo dari Boonpring

Tahun 2017: Rp 994.000.000

Tahun 2018: Rp 2.800.000.000

Tahun 2019: Rp 4.850.000.000

Tahun 2020: Rp 2.700.000.000

Saksikan video menarik berikut ini:

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.