Gara-gara Embargo, Luhut Perkirakan Vaksinasi di Bali Molor 2 Bulan

oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Banyak pelaku usaha yang menggantungkan kebangkitan bisnisnya pada vaksinasi. Sebagai game changer, program massal yang dibiayai pemerintah itu digadang-gadang menjadi pemicu pulihnya perekonomian. Sayangnya, masih banyak kendala di lapangan yang membuat vaksinasi tidak sesuai dengan target.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, vaksinasi Covid-19 di Bali molor dua bulan. “Ini akibat blokade dari beberapa negara produsen,” ungkapnya dalam Bali Economic & Investment Forum kemarin (8/4). Keterlambatan itu, lanjut dia, membuat gairah wisata di Pulau Dewata belum tinggi.

Sepanjang 2020, perekonomian di Bali terkontraksi hingga minus 9,13 persen. “Ekonomi Bali mengalami kontraksi lebih dalam dari ekonomi nasional,” imbuh Luhut. Maka, pemerintah pusat memprioritaskan pemulihan ekonomi di Bali.

Luhut meminta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mempercepat vaksinasi di Bali. Pemerintah pusat juga tetap akan menyusun rencana untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi di sana.

Namun, upaya-upaya itu tetap harus taat pada protokol kesehatan. Sebab, tujuan percepatan vaksinasi adalah agar tercapai herd immunity di Bali.

Karena itu, para pelaku wisata dan wisatawan mancanegara (wisman) harus benar-benar disiplin pada protokol kesehatan. “Kami memang sedang menjajaki negosiasi dengan beberapa negara untuk membuka travel bubble dengan Bali,” imbuh Luhut.

Pemerintah berencana membangun sektor pariwisata berbasis kesehatan dengan mendirikan rumah sakit (RS) spesialis penyakit berat. Misalnya, kanker. Luhut optimistis bisnis wisata medis itu potensial dan bisa menarik lebih banyak wisman. Mereka yang bertandang untuk keperluan medis biasanya akan tinggal lebih lama dan membelanjakan lebih banyak uang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan, berbagai program yang diluncurkan pemerintah belum sepenuhnya dirasakan pelaku usaha di Bali. Jumlah mereka yang menerima insentif dari pemerintah masih sangat terbatas.

Ani, sapaan Sri Mulyani, melaporkan bahwa relaksasi penundaan pembayaran pinjaman cicilan dan bunga dirasakan 59,09 persen usaha mikro dan kecil (UMK) serta 53,48 persen usaha menengah dan besar (UMB). “Namun, ternyata baru 17,89 persen UMK dan 20,86 persen UMB yang menerima,” ujarnya.

Sejauh ini, 40,67 persen masyarakat Bali masih mengalami kesulitan ekonomi. Terutama pendapatan yang menurun akibat pandemi. “Bali merupakan destinasi pariwisata. Lalu, karena orang harus tinggal di rumah dan melakukan disiplin kesehatan, dampak negatifnya luar biasa,” kata Ani.

Untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi di Bali, pemerintah mendorong pemulihan jangka pendek serta reformasi struktural perekonomian. “Bali harus merevitalisasi sektor pariwisata unggulan,” imbuh Ani.

Revitalisasi pariwisata bisa melalui perluasan penerapan standar CHSE (cleanliness, health, safety, environmental sustainability). Tentu saja dengan diikuti pembaruan dan evaluasi berkala.

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI 2020

Q1: minus 1,2 persen

Q2: minus 11,06 persen

Q3: minus 12,32 persen

Q4: minus 12,21 persen

Catatan: Secara kumulatif minus 9,31 persen

Kunjungan Wisman ke Bali

Januari 2021: 10 kunjungan

Januari 2020: 536.611 kunjungan

Keterangan: Anjlok 99,9 persen

Sumber: BPS

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.