Gereja jadi Sasaran, Kardinal Myanmar Imbau Pertempuran Dihentikan

oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Pemimpin umat Katolik di Myanmar menyerukan agar serangan terhadap tempat-tempat ibadah diakhiri. Itu setelah insiden empat orang tewas dan lebih dari delapan lainnya luka-luka ketika sekelompok orang yang sebagian besar perempuan dan anak-anak berlindung di sebuah gereja untuk menghindari pertempuran.

Konflik antara tentara dan pasukan yang menentang aturan militer telah meningkat dalam beberapa hari terakhir di Myanmar timur, dekat perbatasan negara bagian Shan dan Kayah. Puluhan pasukan keamanan dan pejuang lokal tewas menurut penduduk dan laporan media.

Ribuan warga sipil juga telah meninggalkan rumah mereka akibat pertempuran tersebut dan mengakibatkan korban jiwa.

“Dengan kesedihan dan rasa sakit yang luar biasa, kami mencatat penderitaan kami atas serangan terhadap warga sipil yang tidak bersalah, yang mencari perlindungan di Gereja Hati Kudus, Kayanthayar,” kata Kardinal Charles Maung Bo, yang merupakan Uskup Agung Yangon, dalam sebuah surat yang diunggah di Twitter .

Gereja di distrik Loikaw, ibu kota Negara Bagian Kayah yang berbatasan dengan Thailand, mengalami kerusakan parah selama serangan pada Minggu malam (23/5) menurut Kardinal Bo. Myanmar didominasi umat Buddha tetapi beberapa daerah termasuk Kayah memiliki komunitas Kristiani yang besar.

“Tindakan kekerasan, termasuk penembakan terus menerus, menggunakan senjata berat pada kelompok ketakutan yang sebagian besar terdiri dari perempuan dan anak-anak telah menimbulkan korban,” ungkap Kardinal Bo.

“Ini harus dihentikan. Kami mohon kepada kalian semua, mohon jangan meningkatkan perang,” imbuhnya.

Kardinal Bo menambahkan bahwa gereja, rumah sakit, dan sekolah dilindungi selama konflik oleh konvensi internasional. Dia mengatakan serangan itu telah mendorong orang untuk melarikan diri ke hutan dengan lebih dari 20.000 orang mengungsi dan sangat membutuhkan makanan, obat-obatan, dan peralatan kebersihan.

Penduduk lain di daerah itu mencoba membantu orang-orang telantar yang diperkirakan jumlah yang telah meninggalkan rumah mereka sekarang meningkat menjadi antara 30.000 dan 50.000 orang, dan masih menggunakan gereja untuk berlindung. “Orang tua dan anak-anak ada di gereja. Semua gereja telah memasang bendera putih untuk menghentikan penembakan,” sebut pria berusia 20 tahun, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, seperti dilansir Reuters.

Dia mengatakan ketegangan masih dirasakan di daerah itu, dan menuding militer terus menggunakan senjata berat terhadap milisi lokal yang bersenjata ringan.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak tentara mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari 2021 dan menggulingkan pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi, dengan protes harian, pawai, dan pemogokan nasional melawan junta, yang telah berjuang untuk menegakkan ketertiban saat kelompok oposisi berkembang. Junta Militer Myanmar telah menanggapi perlawanan dengan kekuatan mematikan hingga menewaskan lebih dari 800 orang menurut kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.

Namun, militer membantah angka itu dan pemimpin kudeta Jenderal Min Aung Hlaing baru-baru ini mengatakan sekitar 300 orang telah tewas dalam kerusuhan itu, termasuk di antaranya 47 polisi. Militer juga bertempur di sejumlah daerah, melawan tentara etnis minoritas yang sudah terlebih dahulu ada, dan milisi lokal yang dibentuk dalam beberapa minggu terakhir yang banyak dipersenjatai dengan senapan sederhana dan senjata rakitan.

Jenderal Min Aung Hlaing sendiri telah mengecilkan risiko kekerasan yang berubah menjadi konflik yang lebih besar. “Saya tidak berpikir akan ada perang saudara,” katanya kepada media berbahasa China, Phoenix Television, yang berbasis di Hongkong.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.