[ad_1]
JawaPos.com – Perempuan berstatus janda bukan merupakan pilihan hidup, tapi bisa karena takdir. Hari Janda Internasional diperingati di seluruh dunia setiap 23 Juni untuk menyebarkan kesadaran tentang masalah yang dihadapi para janda dan untuk mengumpulkan cukup dukungan yang mereka butuhkan. Hari itu juga menarik perhatian pada suara para janda dan berupaya membantu mereka mengakses hak-hak dasar.
Dalam laporran First Post, Hari Janda disetujui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membahas kemiskinan dan ketidakadilan yang dihadapi oleh jutaan janda dan tanggungan mereka di banyak negara.
Hari istimewa ini didirikan dan diakui oleh The Loomba Foundation, sebuah LSM yang didedikasikan untuk meningkatkan kehidupan para janda. Tujuan utamanya adalah untuk menginformasikan orang tentang masalah janda. Tanggal tersebut dipilih untuk Hari Janda Internasional karena pada hari Shrimati Pushpa Wati Loomba, ibu dari Lord Loomba, menjadi janda pada tahun 1954. Setelah pengakuannya, Hari Janda Internasional pertama diperingati pada tahun 2005.
Di momentum Hari Janda Internasional pada 23 Juni 2021, janda dan praktisi komunikasi Myrna Soeryo mengupas kumpulan puisi pertamanya dalam The Dark Alley (Lorong Gelap). Bagaimana ia jatuh bangun dan berjuang, berusaha menemukan jati diri saya dan memberanikan diri.
Di dalamnya disampaikan bahwa cinta bisa menjungkir-balikkan hidup kita, bahagia-merana, berjuang-berhasil, menyakitkan-menyembuhkan. Semua itu tergantung pada bagaimana kita menghadapi cinta dan dengan siapa kita jatuh cinta. Myrna berharap janda-janda lainnya dan perempuan-perempuan yang sedang berada di lorong gelap mereka bisa segera keluar dari masalahnya.
“Untuk para janda dan perempuan yang sedang berada di masing-masing lorong gelap mereka, agar tidak terus terpuruk dalam lorong gelapnya, tetapi terus melangkah maju, untuk menemukan cahaya,” katanya secara daring, Kamis (24/6).
Founder Perempuan Berkisah Alimah Fauzan mengatakan tak ada orang yang berharap hidup dalam kesakitan. Bahkan ketika media kebahagiaannya harus melalui rasa sakit terlebih dahulu, menurutnya tujuannya tetap sama menuju kebahagiaan yang membebaskan.
“Tapi kebahagiaan bukan hanya perihal tujuan, kebahagiaan seharusnya menjadi bagian dari proses. Banyak hal terjadi di luar kendali dan kehendak kita. Kadang kita dibuat tergantung pada jiwa lain, hingga begitu beratnya melepas diri dari ketergantungan dan memilih bangkit, pulih dan berdaya,” tegas Alimah. (*)
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!