HRW Sebut Aturan Berbusana di Indonesia Diskriminatif untuk Perempuan

oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Human Rights Watch mengeluarkan laporan bahwa aturan berbusana di Indonesia diskriminatif terhadap perempuan. Terutama, siswi sekolah, pegawai perempuan, dan perempuan yang mengunjungi kantor pemerintahan. Itulah kenapa, Human Rights Watch berharap agar SKB 3 Menteri soal pakaian seragam di sekolah negeri benar-benar bisa ditegakkan.

Laporan setebal 98 halaman, berjudul Aku Ingin Lari Jauh: Ketidakadilan Aturan Berpakaian bagi Perempuan di Indonesia itu mendokumentasikan bagaimana berbagai peraturan pemerintah mewajibkan anak perempuan dan perempuan untuk mengenakan jilbab, busana Muslim yang menutupi kepala, leher, dan dada.

Human Rights Watch menerangkan sejarah bermacam peraturan wajib jilbab dan bagaimana perundungan yang terjadi secara luas untuk memakai jilbab telah menyebabkan tekanan psikologis pada perempuan dan anak perempuan. Anak yang tidak patuh dengan jilbab dipaksa keluar sekolah atau mengundurkan diri di bawah tekanan, sementara pegawai negeri perempuan, kehilangan pekerjaan mereka atau mengundurkan diri untuk menghindari tuntutan terus-menerus memakai jilbab.

“Sejumlah peraturan dan kebijakan di Indonesia sudah terlalu lama memberlakukan aturan busana yang diskriminatif terhadap perempuan dan anak perempuan di sekolah dan tempat kerja. Ini melanggar hak mereka untuk bebas dari pemaksaan dalam beragama,” kata Elaine Pearson dari Human Rights Watch.

Katanya, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah seharusnya menghentikan berbagai praktik diskriminatif itu. Sertam membiarkan perempuan dan anak perempuan memakai apa yang mereka pilih tanpa mengorbankan hak mereka atas pendidikan atau pekerjaan.

Human Rights Watch mendokumentasikan banyak kasus saat para siswi dan guru beragama Kristen dan non-Muslim lain dipaksa memakai jilbab. Bukan hanya kejadian di Padang, Sumatera Barat yang viral itu. Sejak 2001, berbagai pemerintah daerah telah mengeluarkan lebih dari 60 peraturan untuk menegakkan apa yang mereka klaim sebagai busana Muslimah.

Sebagian besar dari hampir 300.000 sekolah negeri di Indonesia, terutama di 24 provinsi berpenduduk mayoritas Muslim, mewajibkan anak-anak perempuan beragama Islam untuk mengenakan jilbab sejak sekolah dasar. Pada 2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan aturan seragam sekolah dengan rok panjang, kemeja lengan panjang, dan jilbab.

Menurut Human Rights Watch, gambar tersebut memberi kesan bahwa itulah satu-satunya pilihan bagi para gadis Muslim. Aturan itu mendorong dinas pendidikan di daerah untuk memperkenalkan peraturan-peraturan baru, yang lantas mendorong ribuan sekolah negeri, dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, untuk menulis ulang tata tertib seragam sekolah yang mewajibkan jilbab bagi Muslimah.

Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang menandatangani peraturan pada 2014, mengatakan kepada Human Rights Watch bahwa peraturan itu memberi dua pilihan: kemeja lengan panjang, rok panjang dan jilbab, atau seragam tanpa jilbab. “Saya membuat peraturan itu. Tapi jilbab tidak wajib. Tidak ada kata wajib di sana,” ujar M. Nuh seperti yang disampaikan dalam laporan Human Rights Watch.

Dalam laporannya, memang kepala sekolah mengakui bahwa aturan itu tidak mewajibkan jilbab. Namun, keberadaan gambar dalam peraturan tersebut, memungkinkan sekolah untuk menekan siswi Muslim memakai jilbab.

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama yang baru, pemerintah daerah dan kepala sekolah diperintahkan mencabut semua aturan wajib jilbab sebelum 5 Maret 2021 dan sanksi akan mulai diberlakukan kepada kepala sekolah dan kepala daerah, yang tidak mematuhi keputusan itu, pada 25 Maret 2021 atau mulai hari ini. Menteri Pendidikan dan Kebudayan diberi wewenang untuk menahan dana Bantuan Operasional Sekolah untuk sekolah yang mengabaikan keputusan tersebut.

Surat Keputusan Bersama tersebut hanya mencakup sekolah negeri yang berada di bawah pengelolaan pemerintah daerah dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tidak meliputi sekolah negeri dan perguruan tinggi Islam di bawah Kementerian Agama. Aturan tersebut juga mengecualikan Aceh, yang memiliki otonomi dan satu-satunya provinsi di Indonesia, yang resmi menjalankan syariat Islam.

Laporan Human Rights Watch juga dilengkapi dengan lampiran yang menjelaskan berbagai aturan busana di Chechnya (Rusia), Prancis, Jerman, Iran, Arab Saudi, wilayah Suriah di bawah kekuasaan Negara Islam, Turki, dan Xinjiang di Tiongkok.

Pearson menambahkan, hukum internasional menjamin hak setiap manusia untuk menjalankan keyakinannya, hak atas kebebasan berekspresi, dan hak atas pendidikan tanpa diskriminasi. Perempuan memiliki hak yang setara dengan laki-laki, termasuk hak untuk mengenakan apa yang mereka pilih.

“Peraturan soal busana di Indonesia merupakan bagian dari serangan yang lebih luas oleh kelompok konservatif terhadap kesetaraan gender dan kemampuan perempuan dan anak perempuan untuk mendapatkan hak mereka, seperti pendidikan, mata pencarian, dan tunjangan sosial,” kata Pearson.

“Pemerintahan Jokowi harus memegang teguh dan menegakkan SKB Tiga Menteri ini yang melarang pemaksaan jilbab, dan kemudian melangkah lebih jauh dengan mengakhiri semua peraturan yang diskriminasi gender di sekolah atau tempat kerja,” imbuhnya.

Saksikan video menarik berikut ini:

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.