KPK Belum Tahan Eks Direktur Keuangan Asuransi Jasindo, Ini Alasannya

oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan pemilik PT. Ayodya Multi Sarana, Kiagus Emil Fahmy Cornain, serta mantan Direktur Keuangan dan Investasi PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), Solihah sebagai tersangka. Keduanya terjerat dalam kasus dugaan korupsi terkait pembayaran komisi kegiatan fiktif agen PT Asuransi Jasa Indonesia dalam penutupan asuransi oil dan gas pada BP MIGAS-KKKS tahun 2010-2014.

Perkara ini merupakan pengembangan penyidikan dengan tersangka mantan Direktur Utama PT Asuransi Jasa Indonesia, Budi Tjahjono. Saat ini perkera yang menjerat Budi telah berkekuatan hukum tetap.

Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan, pihaknya belum bisa menahan Solihah. Karena dia beralasan sakit, sehingga belum bisa dilakukan penahanan oleh lembaga antirasuah.

“Tersangka SLH hari ini telah dilakukan pemanggilan namun yang bersangkutan mengkonfirmasi secara tertulis tidak bisa hadir karena alasan sakit,” kata Firli
di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis (20/5).

Jenderal polisi bintang tiga ini memastikan, pihaknya bakal segera melakukan pemanggilan ulang terhadap Solihah. Dia pun meminta Solihah untuk kooperatif memenuhi panggilan KPK.

“KPK juga mengingatkan agar tersangka SLH kooperatif hadir memenuhi panggilan dimaksud,” imbau Firli.

Sementara itu, Kiagus Emil Fahmy Cornain akan menjalani penahanan untuk 20 hari pertama di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur. Firli menyebut, Kiagus Emil Fahmy akan terlebih dahulu menjalani isolasi mandiri
selama 14 hari pada Rutan KPK Kavling C1, guna mengantisipasi penyebaran Covid-19 dilingkungan Rutan KPK.

“Penahanan untuk 20 hari ke depan, dimulai sejak tanggal 20 Mei 2021 sampai dengan 8 Juni 2021 di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur,” ucap Firli.

Dalam konstruksi perkara ini, sambung Firli, bermula untuk memenuhi keinginan Budi yang menginginkan PT Asuransi Jasa Indonesia menjadi leader konsorsium dalam penutupan asuransi proyek dan aset BP Migas-KKKS tahun 2009-2012, dengan dibantu oleh Kiagus Emil Fahmy untuk melakukan lobi dengan beberapa pejabat di BP Migas. Karena sebelumnya Asuransi Jasa Indonesia bersatus sebagai co-leader.

Berkat bantuan Emil, Budi selanjutnya memberikan sejumlah uang dengan memanipulasi cara perolehannya seolah-olah menggunakan jasa agen asuransi bernama Iman Tauhid Khan (ITK), anak buah Emil.

Sehingga terjadi pembayaran komisi agen dari PT Asuransi Jasa Indonesia kepada Iman sebanyak Rp 7,3 miliar. Padahal terpilihnya PT Asuransi Jasa Indonesia sebagai leader dalam konsorsium penutupan asuransi di BP Migas melalui beauty contest tidak menggunakan agen.

“Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 angka (9) dan Pasal 19 angka (2) Surat Keputusan Direksi PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) No. SK. 024 DMA/XI/2008 tanggal 17 November 2008 tentang Pola Keagenan Marketing Agency PT Asuransi Jasa Indonesia,” ucap Firli.

Jenderal polisi bintang tiga ini menyebut, dari uang senilai Rp 7,3 miliar itu, sebanyak Rp 6 miliar diserahkan Emil kepada Budi. Sedangkan Rp 1,3 miliar digunakan untuk kepentingan Emil.

Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti perintah Budi agar PT Asuransi Jasa Indonesia tetap menjadi leader konsorsium dalam penutupan asuransi proyek dan aset BP Migas-KKKS tahun 2012-2014, dilakukan rapat direksi yang di antaranya dihadiri oleh Solihah selaku Direktur Keuangan PT Asuransi Jasa Indonesia.

Dalam rapat direksi tersebut diputuskan tidak lagi menggunakan agen Iman. Agen diganti dengan Supomo Hidjazie dan disepakati untuk pemberian komisi agen dari Supomo dikumpulkan melalui Solihah.

Dalam proses pengadaan penutupan asuransi proyek dan aset BP Migas-KKKS tahun 2012-2014 tersebut, Budi tetap menggunakan modus seolah-olah pengadaan tersebut didapatkan atas jasa agen asuransi Supomo tersebut dengan pembayaran komisi sejumlah USD 600 ribu.

Kemudian uang tersebut diberikan secara bertahap oleh Supomo kepada Budi melalui Solihah. Pembagiannya antara lain USD 400 ribu guna keperluan pribadi Budi, sementara sisanya USD 200 ribu untuk keperluan Solihah.

Kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *