Sajak Mutia Sukma

oleh

[ad_1]

Sungai Gajah Wong

Ada tempat yang tak pernah bisa kusentuh

pada masa kecilku;

Bantaran kali, rumah-rumah pering berbau lumut

Setiap kali ada yang bangkit dari rumah itu

Hulu sangai pecah dan abangku main kapal-kapalan

dengan badan pohon pisang

Jalanan licin tertutup rumpun bambu

Pandanganku tertutup tubuh ibu

Anak-anak berkuku hitam menggaruk bakmi dalam

bungkus daun pisang

Seekor kutu meloncat

Pada semak rambut merah sumba

Ada tempat yang tak bisa kusentuh

pada masa kecilku;

Kecebong dalam jaring

Akar enceng gondok mengikat tali sepatu

Diriku arus kecil,

Kerikil pada dasar sungai

Terkipas ekor sapu-sapu memakan lumut di tubuh batu

Potongan cacing yang menggantung pada mata pancing

Atau tanah luruh pada mata air yang mengguyur deras

ke tepian sungai

2020

Jakarta yang Gelisah

Pada Jakarta yang gelisah

Begitu aku mendengar musik yang dinyanyikan Reda

Lampu-lampu pendar di kejauhan

Hotelku begitu tinggi

Orang-orang bergegas ke arah mimpi

Aku masuk ke dalam sepi

Langit menyentuh atap gedung Jakarta

Tuhan begitu dekat

Mengabulkan doa-doa pengamen ondel-ondel,

penyanyi dengan suara seadanya atau

pegawai kontrak dengan upah minimum kota

Jakarta yang gelisah

Aroma bebek hitam, sate padang, gurih pempek adaan

Bercampur dengan bau selokan dan kesedihan

sopir taksi yang terkantuk tanpa orderan

Bahasa gemilang dalam puisi

Presenter menyiarkan kebanjiran dengan baju yang rapi

Diri yang memegang kenangan

Cinta agung ditampilkan di layar kaca

Tapi harapan terus berliuk-liuk

seperti bendera kapal diembus angin laut Jawa

2020

Kampung Baru

Bila kamu teringat masa kecilmu

Masuklah dalam tubuhku;

Aroma laut Pulau Sumatera

Gemeresak daun kelapa

Teluk dalam mata

Juga bekas kapal dagang Belanda

Bau tubuhku tambang batu bara

Tumpahan minyak yang mengambang di lautan

Serta serangan sekutu yang menghanguskan

kisah penutup dalam buku yang kamu baca

Masa kecilmu pendar dalam minyak hitam

Pada ayam tangkap yang kamu pesan

Aroma daun kari dan pandan

Sengat santan basi dalam gulai

Atau bara api yang membakar lidah sapi sate pariaman

Kampung terasa jauh

Tubuh kita begitu dekat

Dahimu berkeringat

Terbakar panas pesisir dalam rempah-rempah

mi tumis favoritmu

2020


MUTIA SUKMA

Lahir di Jogjakarta, 12 Mei 1988. Buku puisinya yang pertama, Pertanyaan-Pertanyaan tentang Dunia, menjadi 5 besar Kusala Sastra Khatulistiwa kategori Buku Pertama dan Kedua. Cinta dan Ingatan adalah buku puisi keduanya, buku tersebut masuk daftar panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2020 kategori Buku Puisi.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.