Seoul dan Batas Antara Nyata dan Fantasi

oleh

[ad_1]

Detail dalam deskripsi terkait tokoh utama, juga ketika bertutur tentang kedalaman kultur Korea.

”AKANKAH aku kembali menjadi tamu?”

Itu adalah penggalan judul terakhir di antara beberapa judul di dalam Buku Tamu Kota Seoul (2019) karya Yusri Fajar. Di dalam salah satu judul inilah terletak keseluruhan problematika yang diajukan penulis buku: adakah batas antara yang nyata dan fantasi?

Buku ini tidak dibuka dengan kalimat pertama yang seksi dan menunjukkan penasaran seperti kecenderungannya yang muncul di akhir kalimat. Tokoh utama langsung dimunculkan pada ”Jagat berangkat ke kota asing menjelang akhir musim dingin yang suram dan kelabu” (halaman 1). Pengenalan tokoh Jagat seolah-olah merupakan representasi otobiografi penulis yang sedang ”beruntung” mendapat kesempatan menjadi dosen tamu di Hankuk University of Foreign Studies (HUFS), Korea Selatan (Korsel).

Namun, yang paling penting ternyata Jagat sebagai ”tamu” yang beruntung tersebut dapat membuat pembacanya akan merasa bahwa ”tamu” ini bisa menjadi representasi siapa saja.

Gaya naratifnya dituangkan dengan sangat detail. Terutama ketika mendeskripsikan rumah, apartemen, lingkungan kampus, jalanan, musim, dan stasiun subway yang menjadi latar kehidupan tokoh Jagat menjalani kehidupannya sebagai dosen tamu di Seoul, ibu kota Korsel. Istilah kuliner dalam bahasa Korea seperti soju, bibimbap, saenggangcha, gocujang, kimci, dan lain-lain (bab 4) diungkapkan dengan fasih.

Kedalaman budaya hallyu juga dituliskan dengan terperinci, terutama pada bab 19 yang berjudul Tenggelam dalam Konser Bangtan Boys (BTS). Namun, istilah dalam bahasa Korea tersebut luput dari penjelasan dan catatan kaki.

Struktur dan tata bahasa, dengan menggunakan pencampuran istilah pada buku ini, membuat seakan-akan pembaca larut dalam narasi kisah tokoh Jagat dalam menjalani kehidupannya di Seoul.

Kepiawaian penulis dalam menarasikan Jagat menyikapi situasi politik kampus disertai dengan intriknya menjadi penting. Sebab, di sinilah persoalan yang disajikan penulis tentang profesionalisme dosen.

Selain itu, buku ini menyajikan narasi tokoh Jagat dalam upayanya menyeimbangkan karier pekerjaannya. Sebagai dosen dengan keharmonisan hubungan keluarga, yakni Kanti (istri Jagat) dan Tika (anak perempuan Jagat). Yang berkelindan dengan Dong Hun (mahasiswa di kelas Jagat pacar Tika) dan Myung Hee (dosen perempuan Korea berstatus cerai dan kebetulan bertetangga di apartemen yang sama dengan Jagat).

Rangkaian hubungan antara keberuntungan, profesionalisme, dan keharmonisan keluarga dimainkan penulis dalam menarasikan tokoh Jagat dengan memanfaatkan kapital yang dimiliki. Terlebih, penulis memberi isyarat bahwa tokoh Jagat dapat dimaknai dengan dunia yang luas seluas pengetahuannya sebagai dosen sekaligus penulis bidang sastra Indonesia berikut seluk-beluknya (bab I halaman 7).

Jagat yang menapaki jagat baru Korea bergulat dengan dirinya, mencoba berkenalan dengan pernak-pernik hidup di Korea, yang pada akhirnya mampu bernegosiasi dan berdamai dengan keadaan. Melalui tokoh Jagat, penulis menghadirkan nilai keberuntungan, profesionalisme, dan keharmonisan disertai dengan proses adaptasi hidup di Korea yang merupakan capaian yang harus ditunaikan bersamaan. Di sisi lain, kerangka berpikir yang dangkal tentang makna pergi ke luar negeri yang terucap dari tokoh Ratrimo, wakil rektor bidang akademik, pada buku (bab 32 halaman 229) mewakili sentimen akan adanya pencapaian tiga nilai tersebut.

Lewat narasinya yang menyentuh sekaligus mengusik, Jagat membangun keintiman dengan pembacanya dan melahirkan simpati tentang kehidupannya sebagai dosen tamu di HUFS. Akhir buku yang dibiarkan terbuka menyisakan pertanyaan kepada pembaca, tetapi juga sejumput harapan bagi tokoh Jagat untuk melanjutkan hidup di Seoul.

Musim berganti menyisakan perjalanan panjang bagi tokoh Jagat untuk menuntaskan kisah perjalanan berkariernya pada tahun pertama di kampus HUFS ke dalam novel. Pada novelnya itu, Jagat berpesan kepada dosen-dosen lain dari Indonesia agar tidak ciut nyali jika nanti ada kesempatan menjadi dosen tamu di Seoul (bab 32 halaman 230).

Tetapi, siapa yang dapat menyangkal bahwa ending buku juga menyampaikan isyarat bahwa adakah batas antara yang nyata dan fantasi, yang tertulis pada ”Aku merasa tubuhku melayang di langit Seoul dan kemudian terempas ke daratan sebagai tamu” (bab 32 halaman 230). (*)


  • Judul: Tamu Kota Seoul
  • Nama penulis: Yusri Fajar
  • Penerbit: UB Press
  • Tahun terbit: 2019
  • Kota terbit: Malang
  • Ukuran buku: 15,5 cm x 23,5 cm
  • Jumlah halaman: xii + 232 halaman

ZIDA WAHYUDDIN, dosen Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, sedang menjalani studi S-3 di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.