Tahun Depan Semua Sekolah Tetap Dapat Dana BOS

oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Polemik penghentian penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) reguler pada sekolah dengan jumlah siswa kurang dari 60 berusaha diredam. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim memastikan bahwa prasyarat tersebut tidak akan diberlakukan tahun depan.

”Setelah mengevaluasi ini, kami memutuskan untuk tidak memberlakukan persyaratan ini pada 2022,” ujar Nadiem dalam rapat bersama Komisi X DPR RI kemarin (8/9). Pihaknya saat ini mengkaji kembali aturan tersebut.

Dia beralasan, kondisi pandemi Covid-19 saat ini masih berdampak besar pada jumlah siswa di sekolah. Karena itu, perlu fleksibilitas dan tenggang rasa pada sekolah yang masih sulit melakukan transisi untuk menjadi sekolah yang skala minimumnya lebih besar.

Nadiem berharap keputusan itu dapat menenangkan masyarakat atas kekhawatiran dampak implementasi aturan tersebut. ”Dan kami akan terus menerima masukan serta kajian lebih lanjut setelah 2022. Bagaimana cara memitigasi kekhawatiran atas kebijakan ini,” ungkapnya.

Nadiem mengakui peraturan tersebut dibuat sebelum dirinya menjabat Mendikbudristek. Namun belum diberlakukan karena belum memasuki masa tiga tahun sesuai dengan amanat dari aturan yang dibuat pada 2019 tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Nadiem juga menjelaskan pemanfaatan BOS reguler. Menurut dia, BOS reguler tidak hanya mengakomodasi operasional di sekolah formal, tapi juga dialokasikan untuk operasional bagi anak berkebutuhan khusus (ABK). Kebijakan itu diterapkan untuk memberikan fleksibilitas kepada kepala sekolah guna menentukan apa yang dapat ditingkatkan dengan dana BOS. ”Ini sudah jadi konsiderasi BOS reguler,” kata mantan bos Gojek tersebut.

Menanggapi keputusan Nadiem itu, sejumlah fraksi mendesak agar aturan tersebut tidak hanya ditunda pelaksanaannya pada tahun depan. Mereka meminta agar ketentuan pada pasal 3 ayat (2) huruf d pada Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana BOS Reguler pada 2022 tersebut dicabut.

Dengan begitu, kebijakan tersebut tidak hanya berlaku untuk 2022, tapi hingga 2024. Menurut anggota Komisi X Fraksi PDIP Sofyan Tan, meski pandemi sudah melandai, kesulitan ekonomi baru bisa pulih dalam 2–3 tahun setelahnya.

Senada, anggota Komisi X Fraksi Golkar Ferdiansyah meminta agar Mendikbudristek tidak membuat kebijakan baru yang bertentangan dengan aturan lama. ”Buat aturan sesuai aturan yang eksis. Jadi, ini yang sering kali menimbulkan kegaduhan di lapangan,” ungkapnya. Termasuk soal juknis penyaluran dana BOS.

Menurut dia, jika itu memang aturan lama, seharusnya Nadiem tak perlu mengeluarkan aturan baru lagi. Cukup mengacu pada Permendikbud 18/2019.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih juga menyayangkan keputusan tersebut. Politikus PKS itu menyatakan, aturan yang membatasi sekolah penerima BOS harus memiliki siswa minimal 60 orang menyalahi konstitusi negara secara umum. Preambul atau pembukaan undang-undang dasar (UUD) menegaskan, salah satu tujuan negara ialah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Fikri menyatakan, tujuan alokasi dana BOS sudah sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (2). Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. ’’Kewajiban ini secara letterlijk atau harfiah sehingga BOS menjadi hak setiap anak sekolah di Indonesia untuk menikmatinya tanpa kecuali,’’ tuturnya.

Pada dasarnya, lanjut dia, BOS digunakan untuk kemanfaatan belajar bagi seluruh peserta didik yang bersekolah di jenjang pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan amanat program wajib belajar. Jadi, bukan semata untuk sekolahnya, melainkan juga untuk siswa yang bersekolah di tempat itu. Sebab, basis perhitungan besaran BOS berdasar jumlah murid.

Diskriminasi atas sekolah dengan jumlah murid di bawah 60 orang juga berpotensi menimbulkan kesenjangan yang tajam bagi daerah-daerah pada kondisi tertentu. ’’Misalnya, di daerah dengan geografi dan biografi yang tidak menguntungkan,’’ katanya.

Meski ada pengecualian sekolah dengan kondisi tertentu dalam Permendikbudristek Nomor 6 Tahun 2021, menurut Fikri, penetapan sekolah dengan kondisi khusus hanya akan memperpanjang jalur birokrasi penyaluran dana BOS reguler.

Sementara itu, Ketua Umum Jaringan Sekolah Digital Indonesia (JSDI) Muhammad Ramli Rahim mengatakan, sekolah minim siswa sudah seharusnya tidak mendapatkan dana BOS. Menurut dia, sekolah dengan jumlah siswa minim atau kurang dari 60 siswa sangat sulit membiayai operasionalnya. ’’Termasuk membiayai operasionalnya dengan dana BOS,’’ tuturnya.

Menurut dia, pemerintah sebaiknya mengambil alih seluruh sekolah swasta yang jumlah siswanya kurang dari 60 anak. Caranya, memasukkan anak-anak dari sekolah minim siswa itu ke sekolah negeri terdekat. Atau, pemerintah bisa membuka sekolah negeri di daerah tertinggal, terdepan, kepulauan, dan sejenisnya.

Dia mengakui bahwa keberadaan sekolah swasta selama ini sangat penting. Sekolah swasta merupakan bentuk partisipasi masyarakat di tengah ketidakmampuan pemerintah menyediakan akses pendidikan yang cukup. Dia menegaskan, di balik aturan sekolah siswa minim tidak boleh menerima dana BOS, ada keinginan pemerintah untuk mendirikan sekolah negeri di lokasi setempat.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.