[ad_1]
JawaPos.com – Kasus perceraian rumah tangga di wilayah Jatim masih begitu tinggi. Dari data laporan 37 pengadilan agama (PA) di provinsi ini, selama 2020 sebanyak 80.958 pasangan memutuskan untuk berpisah.
Berbagai persoalan menjadi pemicunya. Namun, faktor ketidakcocokan dan problem ekonomi menjadi penyebab utama pasangan-pasangan tersebut memilih untuk berstatus janda-duda. Selain tentu ada sejumlah faktor lainnya.
”Dari puluhan ribu kasus itu, mayoritas yang menggungat cerai adalah sang istri,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan (DP3AK) Andriyanto kepada Jawa Pos.
Dia menjelaskan, perceraian paling banyak dipicu perselisihan yang tak berujung. Urutan kedua disusul masalah ekonomi. ”Namun, setelah didalami, penyebab tertinggi soal perselisihan itu juga didorong oleh faktor ekonomi,” katanya.
Fenomena itu diperkirakan terkait dengan pandemi Covid-19. Situasi tersebut mengguncang banyak pihak. Termasuk masalah keluarga akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) salah satu anggota keluarga (terutama kepala keluarga).
Karena itu, menyikapi fenomena tersebut, DP3AK Jatim membuat pakta integritas dengan seluruh kantor PA untuk mengedukasi calon pasutri. Selain itu, instansi tersebut mendirikan call center serta layanan konseling yang tersebar di lima bakorwil di Jatim.
”Layanan ini nantinya memberikan solusi sekaligus sharing terhadap permasalahan keluarga. Kami menyediakan psikolog klinis untuk memberikan solusi,” jelasnya.
Baca Juga: Penolong Nyawa Christian Eriksen, Pernah Mengalahkan Taufik Hidayat
Beberapa kabupaten di Jatim juga sudah punya layanan mandiri. Misalnya, di Banyuwangi ada ruang rindu bagi warga yang ingin curhat.
PENYEBAB PERCERAIAN TERTINGGI
Perselisihan terus-menerus : 45.086 kasus
Ekonomi : 33.881 kasus
Meninggalkan satu pihak : 6.594 kasus
Kekerasan dalam RT : 1.430 kasus
Zina : 305 kasus
Sumber: Laporan Pengadilan Agama Jatim selama 2020
[ad_2]
Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!