Ditipu Tetangga, Pasangan Suami-Istri Diusir Preman dari Rumahnya

oleh

[ad_1]

JawaPos.com–Sidang lanjutan kasus penipuan sertifikat rumah dan tanah kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya pada Kamis (20/5). Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan saksi.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Gede Willy Pramana menghadirkan empat orang saksi. Maria Ulfa, tetangga satu kompleks dengan terdakwa maupun korban, Masrifah saudara kandung Nasuchah, dan dua notaris yang terlibat dalam pengurusan sertifikat rumah dan tanah, Eni Wahyuni dan asistennya Luluk Anitasari.

Dalam sidang tersebut terungkap fakta-fakta baru. Sebelumnya, Khilfatil mengajak Nasuchah ke notaris Eni Wahyuni. Korban mengira hal itu untuk mengurusi pinjaman bank. Namun di kantor notaris di Jalan Kertajaya tersebut, Nasuchah dikelabui dengan mengatakan hal tersebut hanya perumpamaan saja.

”Waktu notaris Eni Wahyuni dan asistennya membacakan bahwa rumah tersebut dijual seharga Rp 200 juta. Adik saya ini kaget. Dia kemudian lari ke ruangan lain dan ada empat orang. Yano, Khilfatil, Anis, dan suaminya Bu Anis. Adik saya lalu tanya kok rumahnya dijual. Lalu mereka berempat bilang kalau itu hanya perumpamaan saja,” ujar Masrifah saat menjadi saksi.

Setelah Nasuchah keluar dari kantor notaris, dia diajak pulang menggunakan mobil. Di dalam mobil tersebut, korban diberi sebuah amplop yang diduga berisi uang sejumlah Rp 25 juta sesuai janji Khilfatil.

Namun, sesampainya di rumah Nasuchah, Khilfatil mengambil uang tersebut. Terdakwa mengatakan mau meminjam uangnya sebentar.

”Katanya ada kepentingan. Mau pinjam sebentar gitu. Makanya diambil lagi. Adik saya itu kasihan Pak, polos sekali dia,” tutur Masrifah.

Selang beberapa hari kemudian, terdakwa Yano menemui Nasuchah di rumahnya. Dia memberikan salinan yang dikira korban merupakan sertifikat rumahnya. Pada bulan yang sama, Khilfatil kembali mendatangi rumah Nasuchah. Terdakwa mengajak korban untuk bertemu dengan Yano di salah satu pujasera daerah Merr Surabaya.

”Waktu pertemuan itu, saya ikut menemani adik saya. Diajak bertemu Pak Yano. Sampai di pujasera Yano sudah bersama dua preman,” kata Masrifah.

Pada saat pertemuan, Yano menyampaikan bahwa rumah tersebut sudah menjadi miliknya. Korban juga harus membayar Rp 800 juta jika ingin menebus rumahnya.

Paling lambat satu minggu Ibu Nasuchah harus melunasi. Kalau tidak ibu harus keluar dari rumah. Kalau ibu tidak bisa membayar Rp 800 juta, nanti dikasih Yano uang Rp 50 juta untuk cari kontrakan. Barang-barang di rumah nanti dikeluarkan sama preman,” ucap Masrifah menirukan ucapan Yano.

Nasuchah yang tidak terima rumahnya diambil kemudian berdebat dengan Yano. Terdakwa Yano merasa telah memberi uang untuk  menebus rumah tersebut sebesar Rp 200 juta. Dia membayar sebanyak dua kali. Pembayaran pertama sebesar 25 juta saat diberikan sepulang dari kantor notaris. Sisanya sejumlah Rp 175 juta ditransfer melalui rekening Anis.

”Ya waktu berdebat Nasuchah tanya ke Khilfatil mana sisa uang pembayarannya. Lalu katanya Khilfatil akan ditransfer ke rekening Anis karena adik saya memang gak punya rekening,” tutur Masrifah.

Namun, sampai sekarang Nasuchah tidak pernah menerima uang sepeserpun dari Khilfatil, Yano, Anis, maupun Joy. Uang Rp 25 juta yang diberikan Khilfatil saat di mobil diambil kembali. Uang Rp 50 juta yang dijanjikan Yano juga tidak diberikan meskipun Nasuchah sudah terusir dari rumahnya.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.