Komnas HAM Panggil Ketua KPK Pekan Depan

oleh

[ad_1]

JawaPos.com – Komnas HAM bergerak cepat menindaklanjuti laporan 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). Pihak-pihak yang terkait akan dimintai keterangan secara maraton. Termasuk pimpinan KPK.

Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menyatakan bahwa pihaknya sudah cukup banyak menggali data terkait dugaan pelanggaran dalam TWK. Kemarin (27/5) perwakilan 75 pegawai KPK juga kembali datang ke kantor Komnas HAM.

”Kami juga dikasih satu keterangan yang menurut kami potensial menjadi karakter temuan baru,” ujar dia.

Menurut Anam, itu berpotensi menjadi temuan baru yang dapat membantu timnya melihat bagaimana peristiwa dugaan pelanggaran HAM dalam TWK terjadi. Pihaknya juga melakukan pendalaman dengan meminta keterangan pihak-pihak terkait. ”Besok (hari ini, Red) masih ada pemeriksaan, Senin ada pemeriksaan. Jadi, kami mendalami semuanya. Semua sisi, semua karakter,” ungkapnya. Khusus Ketua KPK Firli Bahuri, Anam menyebutkan bahwa tim akan memanggil segera. ”Kami merencanakan minggu depan,” tegasnya.

Sementara itu, perwakilan 75 pegawai KPK yang kemarin datang ke Komnas HAM adalah Yudi Purnomo Harahap, Novel Baswedan, dan Sujanarko. Mereka didampingi Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati. Mereka datang sesuai panggilan Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM. ”Kami melengkapi berkas perkara pengaduan. Kemudian, kami menyerahkan tambahan dokumen,” ungkap Yudi.

Dokumen itu terdiri atas keterangan tertulis dan testimoni dari beberapa pegawai KPK. Baik yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dalam TWK maupun yang lolos. ”Mengenai kejanggalan-kejanggalan yang terjadi saat wawancara ataupun saat tes tertulis,” jelas Yudi.

Mereka juga memberikan keterangan tambahan kepada Komnas HAM. ”Terkait dengan siapa di pihak KPK yang harus diperiksa dan dokumen-dokumen apa yang harus didapatkan dari pihak KPK,” beber dia.

Di luar TWK yang bermasalah, Sujanarko menambahkan, ada indikasi pembasmian Wadah Pegawai (WP) KPK melalui tes tersebut. ”Definisi pembasmian terhadap unit serikat pekerja atau unit wadah pegawai itu secara nyata sebetulnya sudah pelanggaran HAM,” kata dia. Indikasi itu tampak setelah hasil TWK disampaikan. Seluruh pengurus inti WP KPK dinyatakan TMS. ”Benar-benar diusir dan dibumihanguskan oleh pimpinan KPK,” tambahnya.

Pria yang pernah menjabat direktur pembinaan jaringan kerja antarkomisi-instansi (PJKAKI) KPK itu menegaskan, masalah yang saat ini terjadi tidak semata-mata soal kepegawaian. Tetapi, ada dugaan pelanggaran HAM yang cukup kental. ”Karena kami indikasikan ada beberapa lembaga negara yang melakukan pekerjaan secara abuse of power,” tegasnya.

Novel Baswedan menekankan, persoalan TWK bukan cuma masalah pegawai yang kehilangan pekerjaan. ”Tapi, ini adalah suatu perbuatan dengan sewenang-wenang yang dampaknya adalah masalah hak asasi manusia,” ungkapnya. Sebab, kemudian muncul stigma terhadap pegawai KPK yang tidak lolos TWK tersebut.

Penasihat hukum 75 pegawai KPK Asfinawati menambahkan, kemarin pihaknya menyerahkan dokumen setebal 546 halaman kepada Komnas HAM. Dalam dokumen tersebut, terdapat banyak data serta keterangan yang bisa menunjukkan fakta terkait TWK di KPK. ”Yang menunjukkan bahwa tes itu sebetulnya diskriminatif dan tes itu sudah ditentukan hasilnya sebelum dimulai,” cetusnya.

Baca juga: BW Pertanyakan Kualitas Nyali Firli Bahuri Cs

Di bagian lain, mencuatnya persoalan TWK juga membuat pegawai KPK yang dinyatakan lolos atau memenuhi syarat (MS) bereaksi. Kemarin Jawa Pos menerima dokumen berisi surat untuk pimpinan KPK. Surat tersebut dikirimkan 75 pegawai KPK yang saat ini bertugas di direktorat penyelidikan dan sudah dinyatakan lolos TWK. Mereka meminta rencana pelantikan pegawai KPK menjadi ASN ditunda. Sebagaimana disampaikan sebelumnya, pegawai KPK yang lolos TWK dijadwalkan akan dilantik pada 1 Juni.

Puluhan pegawai itu meminta pelantikan ditunda sampai ada kejelasan mengenai peralihan status kepegawaian mereka. ”Sesuai dengan aturan, prinsip hukum, dan arahan dari Presiden Joko Widodo,” bunyi surat tersebut. Menurut mereka, itu penting supaya ke depan tidak ada masalah baru. Baik itu secara materiil maupun formil.

Mereka juga meminta jaminan semua pegawai KPK dilantik menjadi ASN. ”Sesuai dengan arahan Presiden Jokowi, kami tidak mendukung adanya pemberhentian pegawai atau segala bentuk yang berakibat tidak beralihnya pegawai KPK sebagai ASN,” tegas surat itu. Dalam surat yang sama, mereka meminta hasil tes dibuka secara lengkap dan meminta waktu supaya bisa berdialog langsung dengan pimpinan KPK.

Kekompakan pegawai KPK menyikapi polemik TWK juga tampak dari 75 pegawai yang dinyatakan TMS. Tata Khoiriyah, salah seorang yang masuk daftar 75 tersebut, menyatakan bahwa mayoritas di antara mereka akan menolak bila masuk dalam 24 orang yang akan dibina. ”Karena posisi 24 itu pun area abu-abu. Yang lagi-lagi merugikan pihak pegawai,” katanya. ”Kelompok 24 akan dibina dan dites ulang tanpa ada jaminan bisa bergabung jadi ASN atau tidak. Artinya hanya akal-akalan saja,” sambung Tata.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron membantah informasi yang menyatakan bahwa nama-nama pegawai KPK yang TMS dalam TWK sudah diatur atau dikelompokkan sejak lama. ”Kami menyatakan itu tidak pernah ada,” tegas dia. Sebaliknya, pimpinan KPK justru menginginkan seluruh pegawai KPK bisa alih status menjadi ASN. ”Kami berharap sesungguhnya semuanya tetap bisa masuk. Tetapi, faktanya, karena perbedaan sistem (antara ASN dan sistem kepegawaian KPK, Red) itu, ada yang tidak bisa memenuhi (syarat),” sambungnya.

Sementara itu, dorongan agar Presiden Jokowi turun tangan menyelesaikan persoalan terkait TWK di KPK kian kencang. Menurut pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar, hanya Jokowi yang bisa menghentikan langkah Ketua KPK Firli Bahuri dan pimpinan KPK lainnya. ”Ya, presiden sebagai kepala eksekutif tertinggi bisa memerintahkan ketua KPK untuk membatalkan keputusannya,” tutur dia.

Menurut Fickar, hal itu tidak termasuk dalam kategori intervensi. Sebab, yang tidak bisa diintervensi pihak luar terhadap KPK hanya urusan kewenangan penegakan hukum. ”Soal kepegawaian justru harus diatur pemerintah,” imbuhnya.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.