Mantan Wasit Top Premier League: Inggris Tak Layak Dapat Penalti

oleh

[ad_1]

JawaPos.comFootball Comes Home bukan sekadar slogan Euro 1996 yang dihelat di Inggris. Football Comes Home sekaligus semangat untuk mengulang kesuksesan timnas Inggris era Sir Bobby Moore dkk kala memenangi Piala Dunia 1966 yang dimainkan di kandang sendiri.

Tetapi, yang terjadi adalah The Three Lions era Tony Adams pada Euro 1996 dkk hanya melaju sampai semifinal.

Selang seperempat abad, kans Inggris kembali memenangi turnamen mayor terbuka dalam Euro 2020. The Three Lions era Harry Kane dkk melebihi capaian Euro 1996 seiring mampu melangkah ke final.

Inggris akan bermain di kandang sendiri seiring partai puncak melawan Italia (12/7) dimainkan di Wembley Stadium.

Hanya, lolosnya Kane dkk sarat dengan kontroversi. Kemenangan 2-1 atas Denmark via babak tambahan waktu dalam semifinal di Wembley Stadium kemarin (8/7) memicu pro-kontra seiring hadiah penalti untuk Inggris pada menit ke-104. Sampai-sampai muncul pelesetan ”Kontroversi” Comes Home.

Penalti untuk Inggris dianggap tidak layak karena terjatuhnya wide attacker Raheem Sterling terlalu soft, bahkan dianggap diving. VAR (video assistant referee) juga tidak cukup gamblang menunjukkan apakah pelanggaran wingback kiri Joakim Maehle atau sentuhan gelandang Mathias Jensen yang menjadi pemicunya.

Kontroversi lainnya adalah keberadaan bola lain saat Sterling melakukan penetrasi ke kotak 16 lawan yang kemudian berbuah penalti. Tapi, wasit Danny Makkelie asal Belanda tetap melanjutkan permainan.

Plus sorotan laser dari penonton di tribun ke wajah kiper Denmark Kasper Schmeichel sebelum eksekusi penalti dikonversi menjadi gol kemenangan untuk Inggris oleh Kane.

”Kami boleh kalah dari mereka (Inggris), tetapi tidak dengan cara seperti ini. Penalti yang seharusnya tidak penalti itu menggangguku sampai sekarang. Kami kecewa, sangat-sangat kecewa,” omel pelatih Denmark Kasper Hjulmand kepada Tipsbladet.

Mantan wasit top Premier League, Mark Clattenburg, dalam kolomnya di Daily Mail menilai pelanggaran kepada Sterling memang tidak layak berbuah penalti. Koran olahraga top Italia, La Gazzetta dello Sport, turut menyindir kemenangan Inggris. ”Yang dibutuhkan Inggris bukan (gol) Kane. Yang dibutuhkan Inggris adalah wasit,” tulisnya.

Di sisi lain, kontroversi di semifinal kemarin malah disikapi positif oleh sebagian publik dan media Inggris. Alasannya, mengingatkan akan memori semifinal Piala Dunia 1966. Kala itu, The Three Lions dianggap ”mengerjai” Portugal yang menjadi lawan di semifinal.

Yaitu, memindahkan venue dari Goodison Park di Liverpool ke Wembley Stadium di London. Hal itu mengakibatkan fisik pemain Portugal terkuras karena menghabiskan perjalanan darat selama 4–5 jam. Eusebio dkk pun tak sempat berlatih.

A Selecao –julukan Portugal– yang sebelum semifinal paling perkasa selama turnamen (mencatat 100 persen kemenangan) akhirnya tak berdaya di depan Inggris dan takluk 1-2. Sama skornya dengan kemarin.

Menanggapi kontroversi atas hadiah penalti Inggris, Sterling menolak telah melakukan diving. ”Aku masuk ke kotak penalti dan dia (Joakim Maehle, Red) menjulurkan kaki kanannya sehingga menyentuh kakiku. Jadi, jelas-jelas itu penalti,” beber pemain Manchester City tersebut kepada ITV.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.