Ketelatenan Anton Tri Raharjo Menangkar Anggrek Spesies Indonesia

oleh

[ad_1]

Indonesia punya lebih dari 5 ribu anggrek endemik yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Namun, lantaran habitatnya terganggu, tempat penangkarannya pun bisa dihitung jari, anggrek spesies Indonesia menjadi langka.

DI ATAS lahan seluas 2.800 meter, Anton Tri Raharjo memiliki sekitar 400 spesies anggrek Indonesia. Dan, 13 di antaranya sudah dikembangbiakkan. Dia memulainya pada 2010 di kebun depan rumahnya di daerah Cangkringan, Jogjakarta.

Treatment yang diberikan untuk beragam varian itu terbilang sama. Proses penyemaian bibit dilakukan di laboratorium Universitas Gadjah Mada (UGM). Kemudian, menggunakan media tanam gel dan botol kaca selama 18–19 bulan.

Setelah itu, anggrek diaklimatisasi ke pot bunga dengan menggunakan akar kadaka minimal 4–5 bulan. Anton menjelaskan, sebulan pertama diaklimitasi merupakan proses kritis bagi anggrek endemik. Karena itu, perlu asupan vitamin B1 dan pupuk secukupnya. Setelah itu, dipindahkan lagi ke pot yang berisi media tanam arang.

Dia menegaskan, takaran pemberian pupuk tidak boleh berlebihan atau terlalu sering karena bisa mengakibatkan anggrek obesitas. Jika kelebihan nutrisi, anggrek dengan mudah terserang penyakit atau jamur.

Begitu pun dengan waktu pemberian pupuk yang mesti sesuai. ’’Karena anggrek juga punya jam biologis. Yaitu, pagi sebelum matahari terbit,’’ papar pria kelahiran Sleman, 5 Juli 1973, tersebut.

EPIFIT TANGGUH: Coelogyne speciosa. (M ALI/JAWA POS)

Anton meyakini, interaksi juga memengaruhi tumbuh kembang tanaman. Sembari menyebar bubuk, Anton terbiasa mengajak bicara ratusan koleksi anggrek endemiknya. Terkadang, terang dia, tanaman juga sering memberikan kode kepada pemilik supaya diperhatikan. Misalnya, daun atau tangkai yang menguning.

’’Seperti ngajak ngobrol istri aja. Kamu kenapa? Mau apa hari ini? Makanya, kadang saya jadi kayak orang gila,’’ ucapnya, lantas tertawa.

Menurut dia, tanaman itu layaknya manusia. Hafal dengan omongan serta perlakuan orang yang melayani. Karena itu, meski perkebunannya luas, Anton enggan mempekerjakan karyawan. Ya, semua dia handle seorang diri mulai proses awal, memupuk, hingga tanaman tersebut tumbuh dewasa.

Bagi Anton, merawat anggrek endemik bukanlah sesuatu yang sulit. Media yang dibutuhkan juga mudah didapat. Terutama untuk jenis dendrobium. ’’Yang penting, kita harus sabar dan telaten,’’ tegasnya. Sebab, anggrek tergolong jenis tanaman yang pertumbuhannya lambat lantaran tidak memiliki kantong cadangan makanan.

Anton menyatakan, anggrek endemik paling banyak berasal dari Papua. Misalnya, Bulbophyllum graveolens, Dendrobium violaceoflaven, dan Dendrobium nindii. Dari ketiganya, violaceoflaven memiliki harum yang paling menyengat.

’’Dan juga yang paling rare karena habitatnya rusak dieksploitasi,’’ ujarnya. Sementara itu, nindii langka karena lahan di habitat aslinya, Boven Digoel, Papua, dirombak menjadi perkebunan kelapa sawit.

Sedangkan yang dari Merapi, ada Dendrobium mutabile, Vanda tricolor var suavis, dan Coelogyne speciosa. Namun, Anton mengatakan bahwa ketiganya tidak bisa disebut tanaman endemik Merapi.

EPIFIT TANGGUH: Vanda tricolor var. Suavis, sebagian rawatan Anton. Selain ditemukan di Merapi, dua spesies itu bisa dijumpai di tempat lain di bawah ketinggian 1.800 mdpl. (M ALI/JAWA POS)

Anggrek-anggrek tersebut juga dengan mudah ditemukan di tempat lain. Yang pasti, di bawah ketinggian 1.800 mdpl (meter di atas permukaan laut). Yang membedakan, di antara ketiganya, Vanda tricolor menghasilkan warna yang paling mencolok dan harum.

Selain itu, media tanam Vanda tricolor ketika diaklimitasi berbeda dengan yang lain. ’’Dengan alas kertas koran juga bisa hidup sendiri. Kalau sudah delapan bulan, baru dipindahkan ke pot media arang,’’ jelas dia.

Selain media tanam yang mudah, anggrek endemik bisa bertahan di mana saja. Apalagi, 70 persen anggrek asli Indonesia epifit. Di habitat asli masing-masing, mereka mendapat suplai makanan dari jamur mikoriza tertentu.

Faktor cuaca juga tidak begitu memengaruhi tumbuh kembang anggrek endemik. ’’Paling jamur dan tungau, tapi itu wajar,’’ cetusnya. Dengan pemberian pestisida yang disesuaikan serangannya, tanaman akan kembali sehat.

[ad_2]

Sumber: Berita ini telah tayang di situs jawapos.com, klik link disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.